Meningkatnya intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain pencemaran industri, pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan, penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian, penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
Dengan memperhatikan permasalahan dan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup dewasa ini, maka kebijakan di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup ditujukan pada upaya :
1. Mengelola sumberdaya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya;
2. Menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk menghindari perusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan;
3. Mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara bertahap;
4. Memberdayakan masyarakat dan kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal;
5. Menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikator untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
6. Memelihara kawasan konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi baru di wilayah tertentu; dan
7. Mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi permasalahan lingkungan global.
Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu lingkungan yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antar generasi, antar dunia usaha dan masyarakat, dan antar negara maju dengan negara berkembang dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang optimal.
Luasan mangrove yang agak “besar” berada di Ujung Piring, Mlonggo, Jepara yaitu 11,58 ha. Namun demikian, sebentar lagi mangrove-mangrove ini juga akan segera lenyap dari permukaan bumi. Apa pasal? Penduduk setempat sudah “menjualnya” kepada pemerintah demi pembangunan Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU). Sangat disayangkan hal seperti ini terjadi, masyarakat mungkin hanya menilai, ekosistem mangrove sebagai seonggok sampah yang sangat tidak penting bagi manusia. Penelitian yang telah di lakukan oleh LSM Kesemat mengenai ekosistem mangrove di Ujung Piring, mereka menemukan bahwa potensi mangrove di Ujung Piring sangat-sangat potensial dikembangkan sebagai area konservasi sekaligus ekowisata. Bahkan potensinya jauh lebih baik jika dibandingkan dengan Bulak Baru, Panggung, Teluk Awur, Semat dan Tanggul Tlare karena memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi. Kalau potensi keanekaragaman mangrove di Ujung Piring ini hilang, saya tak tahu lagi, bagaimana dengan masa depan ekosistem mangrove di Jepara.
Sudah saatnya pemerintah beserta masyarakat terlibat aktif dan secara langsung melindungi sumber daya alam yang mempunyai banyak kegunaan ini. Masyarakat yang notabenenya bersentuhan langsung dengan alam sekitarnya sudah sepatutnya diberikan pemahaman yang lebih mengenai pelestarian dan pengelolaan lingkungan hidup di sekitarnya. Signifikasi dari hal tersebut adalah untuk menjaga kelestarian alam agar berguna bagi masa depan generasi bangsa.
Hal ini berhubungan dengan upaya prefentif sebelum upaya represif dalam penanganan masalah lingkungan. Selain itu peran serta masyarakat juga berperan penting guna meminimalisir tidak pidana (kejahatan) dalam bidang lingkungan hidup, seperti pencemaran, pembalakan, perusakan alam dan sebaginya. sudah saatnya masyarakat berperan aktif dalam menjaga lingkungan sekitarnya, khususnya masyarakat pesisir pantai Jepara.
Comments