Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2013

ANEKA PENGERTIAN TENTANG POLTIK HUKUM

Perlu disadari sepenuhnya bagi para pengkaji h u kum di Indonesia bahwa ragam istilah h u kum yang kini dipakai dalam literatur-literatur h u kum di Indonesia diadopsi dari ragam istilah h u kum yang terdapat dalam tradisi ilmu h u kum Belanda, seperti h u kum tata negara ( staatrecht ), h u kum perdata ( privaatrecht ), h u kum pidana ( straafrecht ), dan h u kum administrasi ( administratiefrecht ). [1] Hal yang sama berlaku juga dengan istilah politik h u kum. 1.        Perspektif Etimologis Secara etimolo g is, istilah politik h u kum merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari istilah h u kum Belanda rechtspolitiek . Istilah ini se baik nya tidak dirancukan dengan istilah yang muncul belakang yaitu politiekrecht atau h u kum politik, yang dikemukakan Hence Van Maarseveen karena keduanya memiliki konotasi yang berbeda. Istilah yang disebutkan terakhir berkaitan dengan istilah lain yang ditawarkan Hence van Maarseveen untuk mengganti istilah h u kum tata negara. Untuk kepe

SEPINTAS AKAR SEJARAH POLITIK HUKUM

Bila berbicara tentang akar sejarah timbul politik hukum, mau tidak mau akan berbicara tentang latar belakang, kapan, di mana dan siapa yang menggagas disiplin ilmu ini untuk pertama kali. Untuk menjawab pertanyaan ini tidaklah mudah karena literatur-literatur yang mendukung amat minim bahkan bisa dikatakan tidak ada. Kalaupun ada, itupun hanya terkesan dijelaska n secara selayang pandang saja, sehingga pada tataran tertentu membuat pengetahuan terhadap aspek kesejarahan dari disiplin politik hukum menjadi amat terbatas. Menurut Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, latar belakang ilmiah yang menjadi alasan kehadiran disiplin politik hukum adalah rasa ketidakpuasan para teoretisi hukum terhadap model pendekatan hukum selama ini. [i] Seperti diketahui, dari aspek kesejarahan, studi hukum telah berusia sangat lama sejak era Yunani kuno hingga era postmodern . Selama kurun waktu sangat lama tersebut studi hukum mengalami pasang surut, perkembangan, dan pergeseran terutama berkaitan den

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM HUKUM ISLAM

Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwasannya di dalam hukum Islam belum mengenal istilah Hak Kekayaan Intelektual, penulis menyimpulkan untuk istilah HKI lebih mengarah kepada hak ciptanya saja dan tidak seluas pembagian HKI dalam Hukum Positif. Hak cipta dalam khazanah Islam Kontemporer dikenal dengan istilah ( Haq al-Ibitkar ). Kata ini terdiri dua rangkaian kata yaitu ladaz “ Haq ” dan “al- Ibtikar ”. Diantara pengertian dari “ Haq ” adalah kekhususan yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang atau sesuatu karya cipta yang baru diciptakan ( al - Ibtikar ). Kata ( Ibtikar ) secara etimologi berasal dari bahasa Arab dalam bentuk isim masdar . Kata kerja bentuk lampau ( Fi’il Madhi ) dari kata ini adalah ( Ibtikara ) yang berarti menciptakan. Jika dikatakan ( Ibtikara Asy-Syai’a ) berarti ia telah menciptakan sesuatu. [i]

NASIB OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Di dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu menurut Pasal 64 – 66 UU No. 13 Tahun 2003 dikenal pemborongan pekerjaan dan outsourcing. Berdasarkan ketentuan Pasal 64 UU No. 13 Tahun 2003, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Menurut pendapat penulis terdapat kekeliruan dalam pasal 64 berkaitan dengan pengertian outsourcing. Kalimat terakhir keliru, yaitu “… penyerahan penyedia jasa pekerja buruh yang dibuat secara tertulis “ atau penyedia jasa buruh seharusnya ditiadakan diganti dengan perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. Outsourcing di dalam Pasal 64 menunjukkan bahwa ada 2 macam outsourcing yaitu outsourcing mengenai pekerjaannya yang dilakukan oleh pemborong, dan outsourcing mengenai pekerjaannya yang dilakukan

PERJANJIAN KERJA OUTSOURCING

Perjanjian kerja ( Arbeidsoverenkoms ), menurut Pasal 1601 a KUH Perdata adalah : “Perjanjian kerja adalah : suatu perjanjian dimana pihak kesatu   ( si buruh), mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima upah.” Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14 memberikan pengertian : “Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja hak dan kewajiban kedua belah pihak”.

SEKILAS TETANG OUTSOURCING DI INDONESIA

Outsourcing adalah pendelegasian operasi dan managemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing ). Melalui pendelegasian, maka pengelolaan tak lagi dilakukan oleh perusahaan, melainkan dilimpahkan kepada perusahaan jasa outsourcing . [1] Outsourcing adalah salah satu hasil samping dari Business Process Reengineering (BPR). BPR adalah perubahan yang dilakukan secara mendasar oleh suatu perusahaan dalam proses pengelolaannya, bukan hanya sekedar melakukan perbaikan. BPR adalah pendekatan baru dalam managemen yang bertujuan meningkatkan kinerja, yang sangat berlainan pendekatan lama yaitu continuous improvement process . BPR dilakukan untuk memberikan respons atas perkembangan ekonomi secara global dan perkembangan teknologi yang demikian cepat sehingga berkembang persaingan yang bersifat global dan berlangsung sangat ketat. [2]