Bila berbicara tentang akar
sejarah timbul politik hukum, mau tidak mau akan berbicara tentang latar
belakang, kapan, di mana dan siapa yang menggagas disiplin ilmu ini untuk
pertama kali. Untuk menjawab pertanyaan ini tidaklah mudah karena literatur-literatur
yang mendukung amat minim bahkan bisa dikatakan tidak ada. Kalaupun ada, itupun hanya terkesan
dijelaskan secara selayang
pandang saja, sehingga pada tataran tertentu membuat pengetahuan terhadap aspek
kesejarahan dari disiplin politik hukum menjadi amat terbatas.
Menurut Imam Syaukani
dan A. Ahsin Thohari, latar belakang ilmiah yang menjadi alasan kehadiran
disiplin politik hukum adalah rasa ketidakpuasan para teoretisi hukum terhadap
model pendekatan hukum selama ini.[i]
Seperti diketahui, dari aspek kesejarahan, studi hukum telah berusia sangat
lama sejak era Yunani kuno hingga era postmodern. Selama kurun waktu
sangat lama tersebut studi hukum mengalami pasang surut, perkembangan, dan
pergeseran terutama berkaitan dengan metode pendekatan yang disebabkan karena
terjadi perubahan struktur sosial, politik, ekonomi, dan pertumbuhan piranti
lunak ilmu pengetahuan.
Analisis menarik
berkaitan dengan hal itu dijelaskan oleh Satjipto Rahardjo.[ii]
Ia menjelaskan, pada abad ke -19 di Eropa dan Amerika, individu merupakan pusat
pengaturan hukum, sedang bidang hukum yang sangat berkembang adalah hukum
perdata (hak-hak kebendaan, kontrak, perbuatan melawan hukum). Keahlian hukum
dikaitkan pada soal keterampilan teknis atau keahlian tukang (legal
craftsmanship). Orang pun merasa bahwa dengan cara memperlakukan hukum
seperti di atas, yaitu dengan menganggap hukum sebagai suatu lembaga
dan kekuatan independen dalam masyarakat, maka lengkaplah sikap yang menganggap
bahwa semuanya sudah bisa dicukupi
sendiri. Hukum, disiplin hukum, metode analisis hukum, semuanya tidak
membutuhkan bantuan dan kerja sama dengan disiplin ilmu yang lain.
Analisis normatif dan
dogmatis merupakan satu-satunya cara yang paling memadai dan tidak dibutuhkan
metode serta pendekatan yang
lain untuk membantu melakukan pengkajian hukum. Metode normatif dan dogmatis
demikian, dipandang mencukupi kebutuhan, sedang hukum makin menjadi bidang yang
hanya diketahui dan dipahami oleh beberapa orang tertentu saja.[iii]
Keadaan dan perkembangan demikian, tentunya berhubungan dengan peranan yang
semakin besar dari hukum dalam mendukung dan mengamankan kemajuan masyarakat
sebagaimana disebutkan di atas, serta kepercayaan yang semakin besar kepada
hukum.
Namun, akan berbeda tatkala
cara-cara memandang dan menggarap hukum yang demikian itu berhadapan dengan perubahan-perubahan yang
terjadi dalam masyarakat akibat keberhasilan dari modernisasi dan
industrialisasi. Kedudukan individu sekarang mulai disaingi oleh tampilnya
subjek-subjek lain, seperti komuniti, kolektiva, dan negara. Bidang-bidang yang
kemudian menjadi makin menonjol adalah hukum publik, hukum administrasi dan hukum sosial-ekonomi. Muncul
pengertian baru yang pada hakikatnya menggugat kemapanan dari keterampilan
teknis sebagaimana disebutkan di atas, dan menggantikannya dengan
“perencanaan”, “ahli hukum sebagai arsitek sosial”, dan sebagainya. Sekarang
hukum tidak lagi dilihat sebagai suatu hal yang otonom dan independen, melainkan dipahami secara fungsional dan
dilihat senantiasa berada dalam kaitan interdependen dengan
bidang-bidang lain dalam masyarakat.[iv]
Analisis yang
dikemukakan oleh Rahardjo tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan Donald
H. Gjerdingen. Dengan menjadikan sejarah hukum Amerika pasca perang saudara
hingga tahun 1935 sebagai latar belakang pemikirannya, Gjerdingen mengemukakan
terjadi pergeseran pemahaman teoretisi terhadap relasi antara hukum dan entitas
bukan hukum. Senada dengan Rahardjo, Gjerdingen menjelaskan bahwa pendapat beberapa
aliran hukum konvensional
yang menganggap hukum otonom dari entitas bukan hukum sudah ketinggalan zaman
karena tidak sesuai dengan realitas sesungguhnya. Pendapat yang menafikan relasi hukum dengan entitas bukan
hukum menyebabkan hukum cenderung membatasi diri pada hal-hal yang sangat
teknis, sehingga permasalahan yang muncul akibat dari interaksi antara hukum
dan politik misalnya, menjadi tidak bisa dijelaskan. Dengan menggunakan kerangka inilah kehadiran disiplin
politik hukum dapat dipahami.
Dengan perkataan lain,
politik hukum muncul sebagai salah satu disiplin hukum alternatif di tengah
kebuntuan metodologis dalam memahami kompleksitas hubungan antara hukum dan
entitas bukan hukum, terutama dalam kaitan studi ini adalah politik.
Kemudian, siapakah yang menggagas dan mempopulerkan
politik hukum sebagai disiplin hukum pertama kali? Menurut Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, tidak bisa dipastikan
kapan disiplin politik hukum ini muncul pertama kali dan siapa penggagasnya.
Van Apeldoorn dalam buku klasiknya Inleiding tot de Studie van Het
Nederlandse Recht, tidak pernah menyebutkan secara eksplisit istilah politik
hukum dan tidak pula menyebutkan bahwa politik hukum merupakan salah satu
disiplin ilmu hukum. Namun, tidak disebutkan politik hukum sebagai bagian dari
disiplin ilmu hukum dalam buku Apeldoorn itu menurut Bambang Poernomo, bukan
berarti pada saat itu akar-akar
akademik disiplin politik hukum muncul atau Apeldoorn mengabaikannya. Bisa jadi
ini hanya karena struktur keilmuan disiplin politik hukum belum secara mapan
terbentuk.[v]
Menurut Poernomo, secara
tersirat keberadaan politik hukum dapat dilihat dari bagian kedua klasifikasi
Apeldoorn, yakni pada bagian seni dan keterampilan ketika kegiatan praktik
untuk menemukan serta merumuskan kaidah hukum.[vi] Bila mengikuti penjelasan di atas,
setidaknya untuk di Indonesia wacana tentang disiplin politik hukum secara
implisit telah ditemukan akar sejarahnya pada buku Apeldoorn tersebut. Kendati hanya secara implisit
informasi ini setidaknya membantu pemahaman tentang akar sejarah politik hukum
tersebut. Dari penjelasan Poernomo itu, dapat dilihat bahwa para pakar masih
mengalami kesulitan untuk menjelaskan kapan politik hukum muncul pertama kali
dan dijadikan sebagai sebuah istilah akademis dalam bidang hukum.
Informasi terlama
berkaitan dengan permasalahan di atas, untuk sementara ini, dapat ditemukan
pada tulisan Soepomo berjudul
Soal-soal Politik Hoekoem dalam Pembangunan Negara Indonesia
(dipublikasikan pada tahun 1947).[vii]
Kemudian, buku Bellefroid
berjudul Inleiding tot de Rechtswetenschap in Nederland, yang
diterbitkan tahun 1953. Dalam buku tersebut Bellefroid secara tegas telah
meggunakan istilah politik hukum (de rechtspolitiek) sebagai sebuah
istilah mandiri, yaitu ketika
ia menjelaskan tentang cabang-cabang ilmu apa saja yang termasuk dalam ilmu
pengetahuan hukum.
Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui
bahwa istilah dan kajian tentang politik hukum baik dari sisi teoretis maupun
praktis telah dikenal di Indonesia cukup lama. Namun bahwa kemudian studi
terhadap bidang ini tampak sangat lambat dikarenakan keterbatasan literatur yang mendukung dan masih
jarang para ahli yang serius mendalami disiplin ilmu ini.
[vii] R. Soepomo, Soal-Soal Politik
Hoekoem dalam Pembangunan Negara Indonesia, Hoekoem, TH. I (1947), No. I
sebagaimana dikutip Soetandyo Wignjosoebroto, Dari Dinamika Hukum Kolonial
ke Hukum Nasional: Dinamika Sosial Politik dalam Perkembangan Hukum di
Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1994), hal. 255, bagian daftar
pustaka.
Comments