Skip to main content

PSIKOLOGI HUKUM


Prilaku Hukum dan Psikologi Hukum

Ketika sepasang suami-istri yang mempunyai seorang anak yang masih kecil, katakanlah berusia 7 tahun, lantas pasangan itu ingin bercerai di mana masing-masing dari kedua-duanya memohon kepada hakim untuk ditetapkan sebagai wali anak itu;

Maka hal itu merupakan subjek-bahasan Psikologi Hukum, untuk membantu hakim memahami secara psikologis, demi kepentingan masa depan anak, pihak mana yang akan hakim tetapkan sebagai wali dari anak tersebut.

Ketika seorang saksi mata memberi keterangan, baik di tahap penyelidikan, penyidikan maupun di persidangan pengadilan, maka Psikologi Hukum akan sangat banyak membantu menilai keakuratan kesaksian tersebut.

Ketika terjadi pembunuhan berantai, maka polisi di banyak negara maju, telah menggunakan pakar psikologi hukum untuk mengidentifikasi tipe kepribadian dan sosok pembunuh berantainya. Kajian tentang kewenangan "diskresi" dari personel kepolisian, juga merupakan topik yang banyak diteliti oleh pakar psikolohi hukum; demikian pula prediksi tentang apa yang akan diputuskan oleh hakim.

Tak terkecuali kajian Psikologi Hukum mengkaji persepsi-persepsi seseorang tentang berbagai fenomena hukum; contoh pro-kontra pidana mati, pro-kontra kriminalisasi pornografi. Contoh terakhir di antara tak terhingga contoh manfaat Psikologi Hukum, adalah digunakannya alat psikologi hukum yang dikenal sebagai "pendeteksi kebohongan" yang merupakan bagian dari "Neuro-Science" sebagai salah satu cabang Psikologi Hukum ("Legal Psychology").

Sebagaimana diketahui, mata kuliah atau kajian Psikologi Hukum mencakupi sub-sub bidang: (a) Psychology of Law, (b) Psychology in Law, (c) Psychology and Law, (d) Legal Forensik dan (e) Neuro Science. Oleh karena itu, dalam Pengantar bukunya yang berjudul "Applying Psychology to Criminal Justice", editor buku itu, David Carson, et.al, memulai dengan kalimat: "Few things should go together better than psychology and law. Both are concerned with human behaviour: analyzing it, predicting it, understanding it and, sometimes, controlling it. Lawyers may, in the absence of empirical research, have made assumptions about human behaviour; for example that people who know they are dying will tell the truth (an exception to the rule against hearsay evidence). Judges had to make decisions to settle the dispute before them. But now there is research which can inform the law".

Ada kemiripan objek antara ilmu hukum dan psikologi. Baik hukum maupun psikologi, keduanya menaruh minat terhadap perilaku manusia; menganalisis perilaku itu, memprediksinya, memahaminya dan, kadang-kadang mengendalikan perilaku tersebut.

Para praktisi hukum, dalam ketidakterlibatan mereka dalam riset empiris, telah membuat asumsi-asumsi tersendiri tentang perilaku manusia; sebagai contoh bahwa orang yang sekarat akan menyatakan sesuatu secara jujur bahwa sebagian hakim ada yang telah membuat putusan terlebih dahulu sebelum proses persidangan pengadilan dimulai.

Tetapi asumsi-asumsi yang tidak ilmiah itu, dewasa ini telah dapat diteliti secara ilmiah melalui kajian Psikologi Hukum. Itulah alasan utama saya, sehingga sekitar 15 tahun silam, saya memasukkan Psikologi Hukum sebagai mata kuliah di Indonesia, sekaligus selama 15-tahunan mendalami puluhan buku terpenting tentang bidang yang terkait dengan kajian ini.

Pakar Psikologi Hukum yang paling terkenal adalah Lawrence S Wrightsman, dari University of Kansas. Di antara buku-buku paling populer karya Wrightsman: Psychology and the Legal-System (1988) yang saking larisnya sekarang sudah terbit edisi keenam; Judicial Decision Making, Is Psychology Relevant? (1999).

Setelah Wrightsman, juga tersohor sebagai pakar Psikologi Hukum, Curt R Bartol, Profesor Castleton State College, Vermont.

Hanya dengan memahami kajian Psikologi Hukum, kita dapat memahami banyak maksim hukum yang pernah dilontarkan para pakar, di antaranya: Thomas A Wartowski, American Lawyer: “To be effective, a law must have the support of the majority of people it impacts. To get that support, a law must be enforceable, fairly applied, understood, and consistent with society’s value.” (Agar dapat efektif, suatu hukum harus mempunyai dukungan dari mayoritas rakyat, dan untuk memperoleh dukungan itu, maka suatu hukum harus dapat dilaksanakan dan diterapkan dengan ‘fair’, dipahami, dan konsisten dengan nilai-nilai komunitasnya).

Akhirnya Walter Savage Landor: Many laws as certainly make bad men, as bad men make many laws. (Banyak hukum yang secara pasti telah menghasilkan orang jahat, sama pastinya bahwa orang-orang jahat telah membuat banyak aturan hukum).

Comments

Populer Post

PEMBAHARUAN WARISAN HUKUM BELANDA DI INDONESIA

WARISAN HUKUM BELANDA Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa ( octrooi ) seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain dan hak mencetak uang.

Konsep Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Perbandingan Hukum sebagai metode penelitian dan sebagai ilmu pengetahuan usianya relatif masih muda, karena baru tumbuh secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Perbandingan adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan dievaluasi. Pentingnya perbandingan telah mendapatkan penghargaan di setiap bagian oleh siapapun dalam bidang studi dan penelitian. Nilai penting tersebut direfleksikan pada pekerjaan dan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, ahli sejarah, ahli ekonomi, para politisi, ahli hukum dan mereka yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Apapun gagasan, ide, prinsip dan teorinya, kesemuanya dapat diformulasikan dan dapat dikatakan sebagai hasil dari metode studi perbandingan. 

PENGHAPUSAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA

PENGHAPUSAN DAN PENGHILANGAN PERBUATAN PIDANA (Peniadaan Pidana Pasal 44 – 52 KUHP) Terdapat keadaan-keadaan khusus yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana, kehilangan sifat tindak pidana, sehingga si pelaku bebas dari hukuman pidana. Pembahasan ini dalam KUHP diatur dalam title III dari buku I KUHP, yaitu pasal 44 – 51. akan tetapi dalam praktek hal ini tidak mudah, banyak kesulitan dalam mempraktekkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini. Dalam teori hokum pidana alas an-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi 3 : 1. Alasan pembenar : alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tertera dalam pasal 49 (1), 50, 51 (1).

Sejarah Awal Pembentukan Hukum di Indonesia (Seri Kuliah)

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia paling tidak diawali pada masa pergerakan nasional yang diinisiasi oleh Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama tahun 1926, Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa menuju kemerdekaan inilah segenap komponen bangsa bersatu padu demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali Santri, maka sudah tepat pada tanggal 22 Oktober nanti diperingati hari santri. Kaum santri bukan hanya belajar mengaji akan tetapi juga mengangkat senjata demi mewujudkan kemerdekaan NKRI. Dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti : -           menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; -           sejak saat itu berarti bangsa Indonsia telah mengambil keputusan (sikap politik hukum) untuk menetapkan tata hukum Indonesia. Sikap politik hukum bangsa Indonesia yang menetapkan