Di dunia sebenarnya terdapat berbagai sistem hukum dengan karakteristiknya maupun dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dalam Ilmu Hukum Pidana dewasa ini lazim dikenal adanya 3 (tiga) sistem hukum pidana yang paling menonjol dan mengemuka yang masing-masing mempunyai ciri-ciri khas ataupun karakteristik sendiri pula. Walaupun pada akhirnya kita dapat melihat suatu kecenderungan (tendency) bahwa ciri-ciri khas masing-masing sistem hukum pidana tersebut semakin tidak tegas lagi. Hal ini baik karena pertimbang-pertimbangan teknis maupun karena adanya kebutuhan hukum yang semakin kompleks. Daam bab ini penulis mencoba megemukakan tentang ketiga sistem hukum pidana tersebut.
A. Sistem Hukum Pidana Eropa Kontinental
Sistem hukum pidana Eropa Kontinental adalah sistem hukum pidana yang lazim dipergunakan di negara-negara Eropa daratan. Pada awalnya sistem hukum pidana Eropa Kontinental ini berasal dari hukum Romawi kuno yang selanjutnya diresepsi dalam kode Napoleon. Dari sinilah kemudian menyebatr ke berbagai daratan Eropa seperti Jerman, Belanda, Spanyol, dan lain sebagainya.
Ketika negara-negara Eropa Kontinental ini melakukan penjajahan ke berbagai bagian bumi baik di Asia, Afrika, dan lain-lain, selama berpuluh tahun bahkan beratus tahun, maka mereka turut menerapkan sistem hukum pidana seperti yang dipakai di negara asal mereka di negara-negara yang mereka jajah, yang pada umumnya sistem hukum pidana tersebut berlanjut sampai sekarang.
Ada beberapa ciri khas ataupun karakteristik dari sistem hukum pidana Eropa Kontinental ini, antara lain dalam hal Pengkodifikasiannya .
Kendatipun dalam perkembangannya sukar untuk menentukan sistem hukum pidana mana yang lebih terkodifikasi, namun pada umumnya dapat dikatakan bahwa sistem hukum pidana Eropa Kontinental adalah terkodifikasi, karena diundangkan sekaligus dalam satu kitab.
Hal ini menunjukkan bahwa sumber hukum pidana yang utama dalam negara-negara yang menganut sistem Eropa Kontinental adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidananya.
Berbagai ketentuan hukum pidana dalam rangka kodifikasi ini dimuat dan diatur dalam suatu Kitab Hukum Pidana yang dikenal dengan istilah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagai contoh dapat disebutkan adalah Hukum Pidana Belanda (yang semula berasal dari Code Penal Perancis) terdapat dalam satu kitab yang terdiri dari tiga buku. Hal yang sama juga terdapat di Indonesia yang memang diresepsi dari hukum pidana Belanda dahulu.
Dalam perkembangannya sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, ternyata perundang-undangan Hukum Pidana atau perundang-undangan yang di dalamnya terdapat materi hukum pidana, semakin lama semakin banyak dan menumpuk juga. Di Indonesia misalnya dapat dikatakan bahwa materi hukum pidana di luar KUHP (hukum pidana khusus) justru lebih banyak dan terus bertambah, seperti:
- Undang-undang No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
- Undang-Undang No.9 Tahun 1976 tentang Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika.
- Undang-Undang No.7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.
- UU No.8 Darurat 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi dan diubah menjadi UU No.1 Tahun 1961.
Dengan telah tertulisnya semua ketentuan tentang hukum pidana, dapat dikatakan bahwa dalam sistem Eropa Kontinental lebih terjamin adanya kepastian hukum. Walaupun kepastian hukum yang terkandung dalam sistem ini adalah kepastian hukum yang bersifat formal yang dalam hal-hal tertentu selalu tertinggal oleh perkembangan peradaban dan kesadaran hukum masyarakat. Karena itulah di negara-negara Eropa Kontinental sudah semakin berkembang kepastian hukum yang bersifat materil.
Selanjutnya sistem hukum pidana Eropa Kontinental mempergunakan sistem peradilan yang berbeda dengan sistem Anglo Saxon. Di negara-negara Eropa Kontinental dianut sistem di mana Hakim atau Majelis Hakim yang mengadili perkara pidana; dengan kata lain hakim atau majelis hakimlah yang menentukan bersalah atau tidaknya seorang terdakwa dan sekaligus menjatuhkan putusannya baik berupa pemidanaan ataupun pembebasan.
Indonesia sebagai negara bekas jajahan dari salah satu negara Eropa Kontinental di mana Kitab Undang-Undang Hukum Pidananya sampai kini masih merupakan warisan dari masa penjajahan tersebut sudah tentu dapat digolongkan termasuk dalam sistem hukum pidana Eropa Kontinental tersebut.
Namun sebagai suatu negara yang telah merdeka dan mempunyai falsafah hidup sendiri tentulah harus terus berusaha menciptakan hukum pidana yang sesuai dengan kepribadian bangsa sendiri.
B. Sistem Hukum Pidana Anglo Saxon
Sistem hukum pidana Anglo Saxon adalah suatu sistem hukum pidana yang berasal dari negara-negara Anglo Saxon yaitu Amerika Serikat dan Inggris. Temasuk ke dalam sistem ini adalah negara-negara lain baik itu di Asia, Australia, Afrika, dan Amerika yang dalam sejarahnya pernah mengalami penjajahan dari negara-negara Anglo Saxon tersebut yang sampai saat ini masih menganut dan menerapkan sistem hukum pidana Anglo Saxon tersebut.
Sebagaimana sistem Eropa Kontinental maka sistem hukum pidana Anglo Saxon mempunyai ciri-ciri yang khas pula.
Di negara-negara Anglo Saxon seperti Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara ex-dominionnya seperti Malaysia, Filipina, dan lain-lain sumber utama hukum pidananya bukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah terkodifikasi tetapi adalah hukum umum (Common Law) baik berupa undang-undang (Statue act), Yurisprudensi maupun perundang-undangan lain (delegated Legislation).
Sumber-sumber ini berkembang terus dan bertambah tahun demi tahun, sehingga untuk memperlajarinya harus mengumpulkan terlebih dahulu berbagai yurisprudensi dan perundang-uinmdangan yang bersangkutan. Usaha untuk mengkofikasikannya baru bagian demi bagian yang sudah tercapai, seperti:
- Undang-undang tentang kejahatan terhadap orang (Offences against the person act);
- Undang-Undang tentang Kejahatan Seksual (Sexual Act);
- Undang-Undang tentang Pencurian (Theft Act), dan lain-lain.
Namun usaha untuk mengkofikasikan keseluruhannya dan mengunifikasikannya belum berhasil sepenuhnya.
Oleh karena sumber hukum pidana yang utama adalah Common Law, kepastian hukum yang bersifat material yang dalam prakteknya senantiasa dapat mengikuti perkembangan kesadaran hukum dalam masyarakat. Hal ini nampaknya sejalan dengan ajaran Paul Van Schalten tentang “Het Open Sistem vanm Het Recht” yang pada dasarnya mengakui kesadaran hukum yang berkembang baik di kalangan penegak hukum dan masyarakat.
Kepastian hukum yang bersifat material ini lebih dihargai lagi bila kita lihat dari sistem pelaksanaan peradilan di negara-negara Anglo Saxon yaitu sistem Juri. Menurut sistem ini dalam suatu persidangan perkara pidana para Juri-lah yang menentukan apakah terdakwa atau tertuduh itu bersalah (guilty) atau tidak bersalah (not guilty) setelah pemeriksaan selesai. Jika Juri menentukan bersalah barulah Hakim (biasanya tunggal) berperan menentukan berat ringannya pidana atau jenis pidananya. Bila Juri menentukan tidak bersalah maka Hakim membebaskan terdakwa (tertuduh).
C. Sistem Hukum Pidana Negara-Negara Sosialis
Sistem ini pada umumnya dianut oleh negara-negara yang berideologi komunis dengan berindukkan pada sistem Hukum Pidana di Sovyet Rusia dan RRC walaupun perkembangan dunia akhir-akhir ini menunjukkan kehancuran dan kegagalan ideologi dan sistem komunisme di negara induknya (Sovyet) yang diikuti oleh negara-negara komunis lainnya, namun itu berpengaruh besar dalam sistem ekonomi dan politiknya. Walaupun dalam bidang hukum akan segera menunjukkan perubahan pula.
Pada dasarnya di negara sosialis seperti Sovyet dianut sistem kodifikasi. Namun bila dikaitkan dengan konsep kejahatan/tindak pidana yang masihberlku dan diatur dalam Pasal 7 dari Fundamental of Criminil Legislation for the USSR and the Union Republics yang mengatakan bahwa “Kejahatan adalah tindakan atau kelalaian yang membahayakan masyarakat”, maka dalam penerapannya akan berkembang berbagai peraturan dan yurisprudensi tentang apa yang merupakan kejahatan. Hal ini tentu saja sekaligus menggoyahkan asas kepastian hukum.
Dalam hal sistem peradilan negara-negara sosial menggunakan sistem Hakim atau Majelis Hakim untuk menentukan bersalah atau tidaknya seseorang terdakwa sekaligus menjatuhkan vonisnya.
Perbandingan hukum sangat bermanfaat dalam usaha memperdalam dan memperluas pengetahuan kita dalam tiap bidang hukum yaitu Falsafah Hukum, Sosilogi Hukum, dan Sejarah Hukum sekaligus.
Comments