Skip to main content

Discuss about Colonial Law in Indonesia by Fordem PMII Cab. Ciputat


Law of Indonesia is based on a civil law system, intermixed with customary law and the Roman Dutch law. Before the Dutch colonization in the sixteenth century, indigenous kingdoms ruled the archipelago independently with their own custom laws, known as adat. Foreign influences from India, China and Arabia have not only affected the culture, but also weighed in the customary adat laws. Aceh in Sumatra, for instances, observes their own sharia law, while Toraja ethnic group in Sulawesi are still following their animistic customary law.
Dutch presence and subsequent occupation of Indonesia for 350 years has left a legacy of Dutch colonial law, largely in the Indonesia civil code. Following the independence in 1945, Indonesia began to form its own modern Indonesia law, not developing from scratch but with some modifications of the precepts of existing laws. As a result, these three components (adat, Dutch-Roman law, Islamic Law and modern Indonesia law) still co-exist in the current Indonesia laws.
After its independency, Indonesia claimed their country as a democratic country with 27 provinces based on its constitution which we called as Pancasila and Undang-undang Dasar 1945 (nowadays the provinces have increased to become 36 provinces).
Being the state of law, Indonesia had adopted the Civil Law (Code Law) derived from the Dutch law as the result of the colonialism. This law which originated from the Roman Empire has the function to establish a body of legal rules which judicial decisions (case law) are not a source of law, as contrasted with the Common law or the United States law.
Although Indonesia has become a greatest Moslems population among the world, still Indonesia has not claimed itself as the Islamic country, such as Malaysia or the Middle East countries, but still, most of the Islamic values have many important roles in determining the laws and regulations in Indonesia.
The Civil Law, adopted from the Dutch Law, recognized and formed the certain important basic laws and the systematic codes in Indonesia, which we called as Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) or the Civil Code, the laws concerning with civil rights and remedies, Kitab Undang-undang Pidana, the Criminal Code and Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, the Criminal Procedures Code, the laws concerning with the criminal acts and criminal procedures brought to the court.
There was also Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel) or the Commercial Code, the law concerning the commercial contracts and regulating the eligible legal bodies to carry out their business in Indonesia. This law now has replaced by the new Law since the enactment of the new Company Law Number 1 in the year of 1995, concerning the Limited Liability Company together with its implementations. Following to this Limited Liability Company Law, in the year of 1999, the Government also issued the New Bankruptcy Law which some of the clauses adopted from the Chapter Eleven from the United States law. Some thoughts say that the Limited Liability Company Law and the Bankruptcy Law have become a breakthrough for the development of the legal system in Indonesia in the era of nineteenth century. Not mentioning other laws that derived from the Code Law, we also have the Land Law that adopted and derived from many Hukum Adat values as the implementation of Indonesian cultures and hence to accommodate the different cultures and characteristics of many provinces in Indonesia. This Land Law, concerning the title or ownership of the land and the land acquisition procedures, has also been renewed and revised by the Government in year 1960.
>>>>>>>> 
The question remains as to what the future holds. In addition to death, tide, and taxes, one of the most certain developments will be increasing foreign elements in Indonesian law along the EU/globalization. So much seems obvious. Yet before turning to a ‘the East is East and the West is west and if the twain shall meet’, it behoves us to at least consider the possibilities of a resurgence of Indonesian-centric law.



Comments

Populer Post

PEMBAHARUAN WARISAN HUKUM BELANDA DI INDONESIA

WARISAN HUKUM BELANDA Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa ( octrooi ) seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain dan hak mencetak uang.

Konsep Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Perbandingan Hukum sebagai metode penelitian dan sebagai ilmu pengetahuan usianya relatif masih muda, karena baru tumbuh secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Perbandingan adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan dievaluasi. Pentingnya perbandingan telah mendapatkan penghargaan di setiap bagian oleh siapapun dalam bidang studi dan penelitian. Nilai penting tersebut direfleksikan pada pekerjaan dan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, ahli sejarah, ahli ekonomi, para politisi, ahli hukum dan mereka yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Apapun gagasan, ide, prinsip dan teorinya, kesemuanya dapat diformulasikan dan dapat dikatakan sebagai hasil dari metode studi perbandingan. 

PENGHAPUSAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA

PENGHAPUSAN DAN PENGHILANGAN PERBUATAN PIDANA (Peniadaan Pidana Pasal 44 – 52 KUHP) Terdapat keadaan-keadaan khusus yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana, kehilangan sifat tindak pidana, sehingga si pelaku bebas dari hukuman pidana. Pembahasan ini dalam KUHP diatur dalam title III dari buku I KUHP, yaitu pasal 44 – 51. akan tetapi dalam praktek hal ini tidak mudah, banyak kesulitan dalam mempraktekkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini. Dalam teori hokum pidana alas an-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi 3 : 1. Alasan pembenar : alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tertera dalam pasal 49 (1), 50, 51 (1).

Sejarah Awal Pembentukan Hukum di Indonesia (Seri Kuliah)

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia paling tidak diawali pada masa pergerakan nasional yang diinisiasi oleh Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama tahun 1926, Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa menuju kemerdekaan inilah segenap komponen bangsa bersatu padu demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali Santri, maka sudah tepat pada tanggal 22 Oktober nanti diperingati hari santri. Kaum santri bukan hanya belajar mengaji akan tetapi juga mengangkat senjata demi mewujudkan kemerdekaan NKRI. Dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti : -           menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; -           sejak saat itu berarti bangsa Indonsia telah mengambil keputusan (sikap politik hukum) untuk ...