Definisi pembunuhan menurut hukum Islam dan hukum positif adalah
perbuatan seseorang yang dapat menghilangkan kehidupan atau jiwa orang lain.
Pembunuhan
dalam hukum Islam ada dua macam: (1) Pembunuhan yang diharamkan, yaitu setiap
pembunuhan yang didasari permusuhan, (2) Pembunuhan yang haq, yaitu
setiap pembunuhan yang bukan didasari permusuhan seperti membunuh orang murtad
(keluar dari agama Islam).
Sebagian
fukaha membagi pembunuhan, berdasarkan halal atau haramnya, menjadi
lima, yaitu: (1) Wajib, membunuh orang murtad dan tidak mau kembali lagi
ke agama Islam dan membunuh orang kafir harby (orang kafir yang boleh
diperangi karena mengganggu umat Islam) apabila belum menyerahkan diri dan
meminta jaminan keamanan kepada umat Islam. (2) Haram, membunuh orang yang ma'shum
(yang terjaga jiwanya) bukan karena alasan haq. (3) Makruh, prajurit
Islam membunuh tetanggganya yang kafir, padahal tetangganya tersebut tidak
menghina Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika ia menghina Allah dan Rasul-Nya,
tidak makruh membunuhnya.(4) Mandub/Sunat, prajurit Islam membunuh
tetanggganya yang kafir karena telah menghina Allah dan Rasul-Nya. (5) Mubah/boleh,
membunuh orang yang diqishas (orang yang dihukum setimpal dengan
perbuatannya) dan ditawan. Menurut sebagian fukaha membunuh tawanan
wajib hukumnya apabila tidak membunuhnya malah akan menimbulkan kerusakan.
Menjadi sunat hukumnya jika terdapat maslahat di dalamnya, bahkan bisa menjadi
wajib jika benar-benar terbukti ada maslahat di dalamnya1.
Fukaha membagi pembunuhan berbeda-beda,
tergantung sudut pandang masing-masing. Kami akan gambarkan pembagian
pembunuhan yang berbeda-beda itu, sebagai berikut:
- Pembunuhan yang dibagi dua.
Sebagian fukaha membagi pembunuhan menjadi dua: (1) Pembunuhan yang
disengaja dan (2) Pembunuhan yang tidak disengaja. Tidak ada pembunuhan selain yang dua ini. Pembunuhan yang disengaja, menurut fukaha
ini, adalah setiap perbuatan yang didasari permusuhan dan menyebabkan
hilangnya jiwa seseorang baik karena disengaja atau tidak disengaja. Tetapi
bukan karena untuk bermain-main atau
untuk mendidik korban. Sedangkan pembunuhan yang tidak disengaja adalah selain pemnbunuhan yang disengaja2. Ini adalah pendapat paling terkenal di kalangan pengikut mazhab Imam Malik3.
2.
Pembunuhan yang dibagi tiga. Mayoritas Fukaha membagi pembunuhan menjadi tiga4:
(1) Pembunuhan yang disengaja, perbuatan yang disengaja oleh pelaku untuk
menghilangkan jiwa seseorang. (2) Pembunuhan semi disengaja, perbuatan yang
disengaja oleh pelaku dengan didasari permusuhan, namum tidak dimaksudkan untuk
menghilangkan jiwa seseorang. Kematian korban sebagai akibat dari perbuatan
pelaku yang didasari permusuhan tersebut. Pakar hukum positif menamakannya dengan
jenis pukulan yang menyebabkan kematian. (3) Pembunuhan yang tidak disengaja,
yaitu terdiri dari beberapa hal, sebagai berikut:
- Apabila pelaku sengaja melakukannya tetapi maksudnya bukan kepada
korban, seperti menembak sesuatu
tetapi mengenai orang lain yang bukan sasarannya.
- Apabila pelaku sengaja melakukannya, dengan mengira bahwa korbannnya adalah mubah (boleh) dibunuh. Tetapi kemudian diketahui bahwa korban adalah ma'shum (orang yang terjaga jiwanya). Misalnya, menembak tentara muslim yang dikira sebagai tentara musuh atau orang yang telah berjanji dan mendapat jaminan
keamanan dari negara Islam. Pembunuhan seperti ini disebut salah sasaran.
- Pelaku tidak bermaksud membunuh tetapi karena kelalain dan kekurang
hati-hatiannya menyebabkan hilangnya jiwa seseorang. Misalnya orang yang sedang tidur menindih orang lain dan berakibat hilang jiwanya.
- Pelaku menjadi penyebab terenggutnya jiwa korban, seperti membuat
lobang di tengah jalan sehingga pejalan kaki yang berjalan di malam hari
terperosok ke dalamnya dan jiwanya melayang.
3.Pembunuhan yang dibagi empat. Sebagian fukaha membagi
pembunuhan menjadi empat:(1)Pembunuhan yang disengaja,(2) Pembunuhan menyerupai
disengaja,(3) Pembunuhan yang tidak disengaja dan (4) Pembunuhan yang dilakukan
seperti layaknya pembunuhan yang tidak disengaja1.
Pembunuhan yang disengaja dan tidak disengaja menurut
kelompok ini, definisinya tidak bebeda dengan pendapat kemlompok sebelumnya.
Perbedaannya hanya pada pembunuhan yang tidak sengaja saja. Pembunuhan yang
tidak disengaja2,
menurut mereka, adalah mengenai perbuatan itu sendiri atau dugaan pelaku. Yang
pertama, perperbuatan itu sendiri, yaitu bermaksud melakukan suatu perbuatan
tapi tidak bermaksud membunuh seseorang, seperti menembak hewan buruan tetapi
mengenai manusia dan merenggut jiwanya. Sedangkan yang kedua, dugaan pelaku,
yaitu melakukan perbuatan yang disangka boleh, seperti tentara Islam yang
bermaksud membunuh tentara musuh atau pembangkang tetapi ternyata membunuh
orang yang ma'shum (orang yang terjaga jiwanya)3.
Sedangkan
pembunuhan yang dilakukan seperti layaknya pembunuhan yang tidak disengaja ada
dua macam: (1) Pembunuhan yang tidak disengaja dari segala aspeknya, yaitu
berupa pembunuhan secara langsung. Misalnya, orang yang sedang tidur menindih
orang lain sehinggga merenggut jiwanya. Pembunuhan seperti ini disebut dengan
pembunuhan tidak disengaja dari segala aspeknya, karena tidak adanya unsur
kesengajaan sama sekali. (2) Pembunuhan yang tidak disengaja dari satu aspek
saja, yaitu berupa pembunuhan yang dilakukan secara tidak langsung. Misalnya,
membuat lobang di tengah jalan dan tidak memberikan tanda apapun, sehingga
menyebabkan pejalan kaki di malam hari terperosok ke dalamnya dan hilang
nyawanya4.
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa pembagian ini tidak jauh berbeda dari pembagian sebelumnya, kecuali hanya pada pembagian pembunuhan yang tidak disengaja dimana mereka membagi menjadi dua bagian, yaitu pembunuhan yang tidak sengaja dan pembunuhan yang dilakukan seperti layaknya pembunuhan yang tidak disengaja.
4.Pembunuhan yang dibagi menjadi lima. Sebagian fukaha
membagi pembunuhan menjadi lima: (1) Pembunuhan yang disengaja,(2)Pembunuhan
yang menyerupai disengaja, (3)Pembunuhan yang tidak disengaja (4) Pembunuhan
yang dilakukan seperti layaknya pembunuhan yang tidak disengaja dan
(5)Pembunuhan secara tidak langsung.
Perbedaan
pembagian ini dengan pembagian sebelumnya adalah karena mereka membedakan
antara pembunuhan secara langsung dan pembunuhan secara tidak langsung.
Pembunuhan secara tidak langsung dijadikan bagian yang terpisah dan berdiri
sendiri1.
Penggagas pembagian ini adalah Abu Bakar al-Razi. Menurutnya, pembunuhan yang tidak
disengaja dibagi menjadi dua: (1) Pembunuhan yang tidak disengaja, seperti pelaku hendak menembak burung tetapi
mengenai orang lain dan merenggut jiwanya. (2) Pembunuhan yang tidak disengaja
karena salah sasaran, seperti tentara yang membunuh seseorang karena dianggap
salah satu tentara musuh, tetapi ternyata korban adalah ma'shum (yang
terjaga jiwanya). Pembunuhan ini dianggap sebagai pembunuhan yang tidak disengaja, yang tentu saja tidak
sama dengan pembunhan yang dilakukan oleh orang yang lupa atau orang yang
sedang tidur. Pelaku benar-benar bermaksud melakukannya, tetapi
ketidaksengajaan terkadang terjadi pada perbuatan itu sendiri atau maksudnya.
Perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sedang tidur atau orang lupa adalah
perbuatan di luar alam sadarnya dan benar-benar tidak ada maksud atau tujuan
dalam melakukannya. Karena itu, ia tidak masuk ke dalam pembunuhan yang tidak
disengaja, tidak masuk ke dalam pembunuhan yang disengaja atau pembunuhan yang
menyerupai disengaja. Tetapi perbuatan orang yang sedang tidur dan orang yang
lupa termasuk ke dalam kategori pembunuhan yang tidak disengaja berdasarkan
hukuman yang dijatuhkannya. Abu Bakar al-Razi berpendapat, bahwa perbuatan ini
adalah Pembunuhan yang dilakukan seperti layaknya pembunuhan tidak sengaja.
Menurut pengamatan beliau, fukaha
menambahkan hukum pembunuhan yang pada hakikatnya bukan merupkan pembunuhan
yang tidak disengaja dan tidak pula dengan cara lainnya. Misalnya orang yang menggali sumur dan meletakkan batu besar di
tengah jalan sehingga menghalangi dan membahayakan manusia yang melewati jalan
tersebut. Menurutnya, hal ini pada hakikatnya bukan merupakan pembunuhan,
karena pelaku tidak melakukan perbuatan yang dapat merenggut jiwa sesorang.
Perbuatan dapat dikatakan sebagai pembunuhan yang hakiki apabila dilakukan
secara langsung oleh pelaku atau akibat perbuatan yang menyebabkan terjadinya
pembunuhan. Karena itu, meletakkan batu besar dan menggali sumur di tengah
jalan tidak mempunyai keterkaitan langsung dengan pelaku, juga bukan akibat
dari perbuatan yang dilakukannya, sehingga pelaku bukanlah pembunuh yang
sebenarnya melainkan kita mengategorikannya sebagai pelaku pembunuhan secara
tidak langsung2.
Inilah pembagian pembunuhan yang berbeda satu
sama lainnya. Pembunuhan yang dibagi dua berbeda dengan pembagian pembunuhan
lainnya, karena pembunuhan yang dibagi dua tidak mengakui adanya pembunuhan
yang menyerupai disengaja. Perbedaan lainnya hanya pada luarnya saja, namum
menyebabkan pembagian pembunuhan menjadi lebih detail dan lebih sfesifik.
Karena pembunuhan yang dibagi tiga lebih terkenal ketimbang lainnya, maka akan
dijadikan pijakan dalam pembahasan buku ini. Disamping itu, pembunuhan yang
dibagi tiga juga digunakan dalam hukum positif dan hukum pidana Mesir. Hukum
pidana Mesir membagi pembunuhan menjadi pembunuhan yang disengaja, pembunuhan
yang tidak disengaja, dan pemukulan yang menyebabkan kematian atau disebut
dengan pembunuhan yang menyerupai sengaja.
1 Silahkan
lihat lebih lanjut juz VII dari Hasyiyah as Syibromalisy dengan Nihayatul
Muhtaj li Romly hal. 233.
2
Mawahibul Jalil lil Hithob jil. VI hal. 240
3 Alasan
imam Malik dan yang lain dengan membaginya hanya kepada dua bagian akan
diterangkan kemudian.
4
Nihayatul Muhtaj jil. VII hal. 235, al Mughni jil. IX hal. 320, al Iqna' jil.
IV hal. 163 dan al Zaila'i jil. VI hal. 97.
1 Badai'us
Shanai' jil. VII hal. 233 dan Syarh al Kabir jil. IX hal. 319.
2 Badai'us
Shanai' jil. VII hal. 234 dan Syarh al Kabir jil. IX hal. 333.
3 al Harby
adalah mereka yang berperang di dalam kawasan/negara yang berperang, murtad
adalah seorang muslim yang meninggalkan agamanya, ma'shum adalah orang yang
tidak boleh dibunuh dan ditumpahkan darahnya dengan sia-sia.
4 Badai'us
Shanai' jil. VII hal. 271 dan Syarh al Kabir jil. IX hal. 334.
1 al
Bahrur Raiq jil. VIII hal. 287 dan Takmilah Fathil Qadir jil. VIII hal. 244.
2 Ahkamul
Qur'an li Abi Bakar ar Razi al Jasshas jil. II hal. 223.
Comments