Skip to main content

Definisi Pidana

Pidana (jinayah) secara etimologi adalah bentuk kejahatan yang dilakukan seseorang dan akibat yang ditimbulkannya. Jinayah adalah mashdar (kata keterangan) dari jana yang berari kejahatan secara umum. Tetapi kemudian dikhususkan kepada perbuatan yang diharamkan. Asalnya adalah jana al-tsamru (memetik buah), yaitu mengambil buah dari pohonnya.
            Sedangkan pidana menurut terminologi para ulama fikih (fukaha) adalah bentuk perbuatan yang diharamkan oleh syariat baik terhadap jiwa, harta, atau lainnya. Tetapi fukaha cenderung menggunakan istilah pidana sebagai bentuk kejahatan terhadap jiwa atau anggota tubuh lainnya, baik berupa pembunuhan, penganiayaan, dan pemukulan[1]

            Kebanyakan fukaha membahas pembunuhan, penganiayaan dan pemukulan dalam cakupan masalah pidana. Hal ini karena mereka sering dan terbiasa memakai istilah pidana terhadap tiga kejahatan tersebut[2]. Tetapi ada sebagian fukaha yang mengategorikan tiga kejahatan tersebut dalam masalah penganiayaan3. Karena penganiayaan dengan melukai dan menyiksa korban adalah bentuk kejahatan yang sering terjadi terhadap jiwa dan anggota tubuh lainnya. Sebagian fukaha sering mengistilahkannya dengan pertumpahan darah4 dan mengategorikannya dalam cakupan kejahatan pembunuhan, penganiayaan dan pemukulan. Argumentasinya, karena kejahatan seperti ini sering menyebabkan pertumpahan darah atau karena hukum ini diterapkan untuk menjaga darah agar tidak terbuang dengan sia-sia.

Pembagian Pidana

            Fukaha1 membagi pidana terhadap manusia menjadi tiga bagian yaitu:
  1. Pidana terhadap jiwa secara mutlak, yaitu kejahatan yang merusak jiwa atau pembunuhan dengan berbagai macam cara dan bentuk.
  2. Pidana terhadap selain jiwa secara mutlak, yaitu kejahatan dengan menyentuh anggota tubuh manusia tetapi tidak menghilangkan jiwa korban, baik berupa penganiayaan maupun pemukulan.
  3. Pidana terhadap jiwa di satu sisi dan bukan jiwa di sisi yang lain, yaitu pidana terhadap janin. Janin, di satu sisi dianggap sebagai jiwa, namun di sisi yang  lain tidak dianggap sebagai jiwa. Alasannya, janin dianggap sebagai jiwa karena merupakan anak manusia, tidak dianggap sebagai jiwa karena janin masih dalam kandungan ibunya. Hal ini, menurut istilah hukum positif, disebut dengan aborsi.
            Kejahatan, baik berupa pembunuhan, penganiayaan, dan pemukulan kadang terjadi karena disengaja atau tidak disengaja. Kejahatan, baik yang disengaja maupun tidak disengaja, senyatanya merupakan gambaran undang-undang yang berbeda tentang perbuatan yang menimpa fisik korban. Sebagai contoh, pemukulan dengan tongkat atau kayu terkadang tidak memberikan bekas apa-apa, tetapi terkadang dapat mencederai dan melukai fisik korban, bahkan terkadang dapat merenggut jiwa korban. Pemukulan seperti ini terkadang dilakukan dengan sengaja dengan didasari permusuhan, karena itu dikategorikan kejahatan yang disengaja. Tetapi terkadang pemukulan dilakukan dengan tidak disengaja dan tidak didasari permusuhan, karena itu dikategorikan sebagai kejahatan yang tidak disengaja.
            Pukulan yang menyebabkan kematian korban, dianggap sebagai pembunuhan yang disengaja bila pelaku benar-benar terbukti melakukannya dengan sengaja. Tetapi jika pukulan tersebut menyebabkan kematian, namun tidak dimaksudkan untuk membunuhnya, maka perbuatan tersebut dikategorikan sebagai pembunuhan yang menyerupai disengaja. Sedangkan pembunuhan tidak disengaja, yaitu pelaku melakukannya bukan karena didasari permusuhan dan tidak dimaksudkan untuk membunuhnya. Perbedaannya terletak pada motif dan akibat yang ditimbulkan dari kejahatan tersebut. Bentuk-bentuk kejahatan ini di bahas dalam hukum Islam maupun hukum positif.
            Kejahatan pembunuhan, penganiayaan, dan pemukulan, menurut hukum Islam maupun hukum positif sama, baik dari segi unsur kejahatannya, bentuknya, motif pelakunya, dan akibat yang ditimbulkannya. Tidak ada perbedaan yang mendasar antara hukum Islam dan hukum positif kecuali mengenai hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan tersebut. Bahkan hukum positif ketika membahas kejahatan menggunakan metode seperti metode hukum Islam dan mengumpulkannya dalam satu bab. Pakar hukum positif menjelaskan kejahatan yang tersebut di atas secara sekaligus karena keterkaitannya yang tidak bisa dipisahkan, sama dengan metode penjelasan yang dipergunakan oleh fukaha.




[1] al Bahrur Raiq jil. VIII hal. 286 dan al Zaila'i jil. VI hal. 97.
[2] Badai'us Shanai'hal. 233, al Iqna' jil. IV hal. 162 dan al Bujairy 'alal minhaj jil. VI hal. 129.
3 Tuhfatul Muhtaj jil. IV hal. 1, al Mughni jil. IX hal. 318 dan al Um jil. VI hal. 1. 
4 as Syarhul Kabir li Dardiry jil. IV hal. 210 dan Mawahbul Jalil lil Hatthob jil. VI hal. 230. 
1 Perlu diperhatikan bahwa arti kata jinayah dalam syariat sama denga kata jarimah meskipun it berbentuk kejahatan ringan seperti nukhalafah atau sedang seperti janhah atau lebih dari itu. Lafaz jinayah dalam syariat berbeda dengan lafaz yang dimaksud dalam undang-undang Mesir, yang mengkategorikannya hanya pada kejahatan yang mendapatkan hukuman mati atau kerja berat atau hukuman penjara.  

Comments

Populer Post

PEMBAHARUAN WARISAN HUKUM BELANDA DI INDONESIA

WARISAN HUKUM BELANDA Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa ( octrooi ) seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain dan hak mencetak uang.

Konsep Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Perbandingan Hukum sebagai metode penelitian dan sebagai ilmu pengetahuan usianya relatif masih muda, karena baru tumbuh secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Perbandingan adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan dievaluasi. Pentingnya perbandingan telah mendapatkan penghargaan di setiap bagian oleh siapapun dalam bidang studi dan penelitian. Nilai penting tersebut direfleksikan pada pekerjaan dan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, ahli sejarah, ahli ekonomi, para politisi, ahli hukum dan mereka yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Apapun gagasan, ide, prinsip dan teorinya, kesemuanya dapat diformulasikan dan dapat dikatakan sebagai hasil dari metode studi perbandingan. 

PENGHAPUSAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA

PENGHAPUSAN DAN PENGHILANGAN PERBUATAN PIDANA (Peniadaan Pidana Pasal 44 – 52 KUHP) Terdapat keadaan-keadaan khusus yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana, kehilangan sifat tindak pidana, sehingga si pelaku bebas dari hukuman pidana. Pembahasan ini dalam KUHP diatur dalam title III dari buku I KUHP, yaitu pasal 44 – 51. akan tetapi dalam praktek hal ini tidak mudah, banyak kesulitan dalam mempraktekkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini. Dalam teori hokum pidana alas an-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi 3 : 1. Alasan pembenar : alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tertera dalam pasal 49 (1), 50, 51 (1).

Sejarah Awal Pembentukan Hukum di Indonesia (Seri Kuliah)

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia paling tidak diawali pada masa pergerakan nasional yang diinisiasi oleh Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama tahun 1926, Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa menuju kemerdekaan inilah segenap komponen bangsa bersatu padu demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali Santri, maka sudah tepat pada tanggal 22 Oktober nanti diperingati hari santri. Kaum santri bukan hanya belajar mengaji akan tetapi juga mengangkat senjata demi mewujudkan kemerdekaan NKRI. Dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti : -           menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; -           sejak saat itu berarti bangsa Indonsia telah mengambil keputusan (sikap politik hukum) untuk menetapkan tata hukum Indonesia. Sikap politik hukum bangsa Indonesia yang menetapkan