Skip to main content

History of Anglo Saxon System (Common Law System)


The Anglo-Saxons were a people who inhabited Great Britain from the 5th century. They included people from Germanic tribes who migrated to the southern half of the island from continental Europe, and their descendants; as well as indigenous people who adopted the Anglo-Saxon culture and language. The Anglo-Saxon period denotes the period of British history after their initial settlement, until the Norman conquest, between about 450 and 1066.

The Anglo-Saxon period includes the creation of an English Nation, with many of the aspects that survive today including regional government of shires and hundreds; the re-establishment of Christianity; a flowering in literature and language; and the establishment of charters and law. The term Anglo-Saxon is also used for the language, more correctly called Old English, that was spoken and written by the Anglo-Saxons in England and eastern Scotland  between at least the mid 5th century and the mid 12th century.


The history of the Anglo-Saxons is the history of a cultural identity, and how this developed from divergent groups, grew with the adoption of Christianity, was used in the establishment of various kingdoms, and, in the face of a threat from Danish settlers, re-established itself as one identity until after the Norman Conquest. The outward appearance of Anglo Saxon Culture can be seen in the material culture of buildings, dress styles, illuminated texts and grave goods. Behind the symbolic nature of these cultural emblems there are strong elements of tribal and lordship ties, and an elite that became kings who developed burhs, and saw themselves and their people in Biblical terms. Above all, as Helena Hamerow has observed, "local and extended kin groups remained...the essential unit of production throughout the Anglo-Saxon period".
Use of the term Anglo-Saxon assumes that the words Angles, Saxons or Anglo-Saxon have the same meaning in all the sources. Assigning ethnic labels such as "Anglo-Saxon" is fraught with difficulties and the term itself only began to be used in the 8th century to distinguish "Germanic" groups in Britain from those on the continent.

The history of Anglo-Saxons broadly covers early medieval Britain: from the end of Roman rule and the establishment of numerous Anglo-Saxon kingdoms in the 5th century, until after the Norman conquest of England in 1066, when Anglo-Saxon culture began to fuse with Norman culture. A different structure to this history was suggested by Norman Davies, who sees the period in terms of "Germanico-Celtic Isles" - the period from the migration until the first Viking raids - and "Isles in the West" - the period of "Norseman" and Norman invasions. This provides an interpretation structure for Anglo-Saxon period in Britain; one that is set in the context of cultural and political links, both with the Celtic world around the Irish Sea and the Norse and Danish world around the North Sea. However, the Anglo-Saxons would continually interpretate their world in both biblical and classical terms.

Around AD 400, southern Britain – that is Britain below Hadrian’s Wall – was a peripheral part of the Roman Empire in the west, occasionally lost to rebellion or invasion, but until then always eventually recovered. Eventually around 410, Britain slipped beyond direct imperial control into a phase which has generally been termed "sub-Roman"


Comments

Populer Post

PEMBAHARUAN WARISAN HUKUM BELANDA DI INDONESIA

WARISAN HUKUM BELANDA Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa ( octrooi ) seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain dan hak mencetak uang.

Konsep Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Perbandingan Hukum sebagai metode penelitian dan sebagai ilmu pengetahuan usianya relatif masih muda, karena baru tumbuh secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Perbandingan adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan dievaluasi. Pentingnya perbandingan telah mendapatkan penghargaan di setiap bagian oleh siapapun dalam bidang studi dan penelitian. Nilai penting tersebut direfleksikan pada pekerjaan dan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, ahli sejarah, ahli ekonomi, para politisi, ahli hukum dan mereka yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Apapun gagasan, ide, prinsip dan teorinya, kesemuanya dapat diformulasikan dan dapat dikatakan sebagai hasil dari metode studi perbandingan. 

PENGHAPUSAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA

PENGHAPUSAN DAN PENGHILANGAN PERBUATAN PIDANA (Peniadaan Pidana Pasal 44 – 52 KUHP) Terdapat keadaan-keadaan khusus yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana, kehilangan sifat tindak pidana, sehingga si pelaku bebas dari hukuman pidana. Pembahasan ini dalam KUHP diatur dalam title III dari buku I KUHP, yaitu pasal 44 – 51. akan tetapi dalam praktek hal ini tidak mudah, banyak kesulitan dalam mempraktekkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini. Dalam teori hokum pidana alas an-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi 3 : 1. Alasan pembenar : alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tertera dalam pasal 49 (1), 50, 51 (1).

Sejarah Awal Pembentukan Hukum di Indonesia (Seri Kuliah)

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia paling tidak diawali pada masa pergerakan nasional yang diinisiasi oleh Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama tahun 1926, Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa menuju kemerdekaan inilah segenap komponen bangsa bersatu padu demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali Santri, maka sudah tepat pada tanggal 22 Oktober nanti diperingati hari santri. Kaum santri bukan hanya belajar mengaji akan tetapi juga mengangkat senjata demi mewujudkan kemerdekaan NKRI. Dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti : -           menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; -           sejak saat itu berarti bangsa Indonsia telah mengambil keputusan (sikap politik hukum) untuk ...