Skip to main content

Hukum Telematika di Indonesia

Kata TELEMATIKA, berasal dari istilah dalam bahasa Perancis " TELEMATIQUE " yang merujuk pada bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi. Istilah Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada perkembangan teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi. Para praktisi menyatakan bahwa TELEMATICS adalah singkatan dari " TELECOMMUNICATION and INFORMATICS " sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and Communication . Istilah Telematics juga dikenal sebagai " the new hybrid technology " yang lahir karena perkembangan teknologi digital. Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau populer dengan istilah "konvergensi". Semula Media masih belum menjadi bagian integral dari isu konvergensi teknologi informasi dan komunikasi pada saat itu.

Belakangan baru disadari bahwa penggunaan sistem komputer dan sistem komunikasi ternyata juga menghadirkan Media Komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah TELEMATIKA kemudian merujuk pada perkembangan konvergensi antara teknologi TELEKOMUNIKASI, MEDIA dan INFORMATIKA yang semula masing-masing berkembang secara terpisah. Konvergensi TELEMATIKA kemudian dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan teknologi digital atau " the Net ". Dalam perkembangannya istilah Media dalam TELEMATIKA berkembang menjadi wacana MULTIMEDIA. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat, karena istilah Multimedia semula hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk mengolah informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambiguitas jika istilah TELEMATIKA dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika. Secara garis besar istilah Teknologi Informasi (TI), TELEMATIKA, MULTIMEDIA, maupun Information and Communication Technologies (ICT) mungkin tidak jauh berbeda maknanya, namun sebagai definisi sangat tergantung kepada lingkup dan sudut pandang pengkajiannya.
Seiring dengan semakin populernya Inter-Net sebagai "the network of the networks", masyarakat penggunanya ( internet global community ) seakan-akan mendapati suatu dunia baru yang dinamakan cyberspace - sebagaimana dipopulerkan oleh William Gibson dalam novel sci-fi-nya Neuromancer - yang merupakan khayalan tentang adanya alam lain pada saat teknologi telekomunikasi dan informatika bertemu. Di "alam baru" ini - bagi kebanyakan netter - tidak ada hukum. Karena tidak adanya kedaulatan dalam jaringan komputer maha besar ( gigantic network ) ini, mereka beranggapan bahwa tidak ada satupun hukum suatu negara yang berlaku, karena hukum network tumbuh dari kalangan mayarakat global penggunanya. "Alam baru" ini seakan-akan menjadi suatu jawaban dari impian untuk melampiaskan kebebasan berkomunikasi ( free flow of information ) dan kebebasan mengemukakan pendapat (freedom of speech) tanpa mengindahkan lagi norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
Perlu digarisbawahi, bahwa substansi cyberspace sebenarnya adalah keberadaan informasi dan komunikasi yang dalam konteks ini dilakukan secara elektronik dalam bentuk visualisasi tatap muka interaktif. Komunikasi virtual ( virtual communication ) tersebut - yang dipahami sebagai virtual reality - sering disalahpahami sebagai "alam maya", padahal keberadaan sistem elektronik itu sendiri adalah konkrit di mana komunikasi virtual sebenarnya dilakukan dengan cara representasi informasi digital yang bersifat diskrit. Sehubungan dengan itu, Wiener dan Bigelow mencetuskan Cybernetics Theory , mengenai suatu pendekatan interdisipliner terhadap sistem kendali dan komunikasi dari hewan, manusia, mesin dan organisasi. Uniknya teori tersebut sebenarnya lebih menekankan pada pentingnya umpan balik dari sistem komunikasi itu sendiri. Teori tersebut menyiratkan bahwa dalam memahami suatu informasi yang disampaikan pada suatu sistem komunikasi yang baik harus dengan memperhatikan umpan balik dari sistem tersebut. Sebagai catatan, Wiener juga mengakui bahwa istilah Cyber sebenarnya pernah digagas oleh Ampere yang namanya digunakan sebagai satuan kuat arus. Oleh karena itu jika ditilik dari asal-usulnya, istilah cyber sebenarnya erat hubungannya dengan kawat listrik. Sehingga tidak mengherankan, jika istilah tersebut juga digunakan untuk organ buatan listrik CYBORG yang merupakan singkatan dari Cybernetics Organics.
Dengan demikian, istilah " cyber law " sebagaimana dipahami oleh masyarakat sekarang ini kurang tepat jika digunakan untuk merujuk pada hukum yang tumbuh dalam medium cyberspace . Istilah " cyberspace law " justru lebih tepat untuk itu. Namun demikian, Istilah "telematika" paling tepat digunakan karena lebih memperlihatkan hakekat keberadaannya dan layak untuk digunakan sebagai definisi guna melakukan pengkajian hukum selanjutnya. Istilah "telematika" merujuk pada hakekat cyberspace sebagai suatu sistem elektronik yang lahir dari perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media dan informatika.

Berbicara tentang hukum dalam arti luas, berarti mencakup segala macam ketentuan hukum yang ada baik materi hukum tertulis - tertuang dalam peraturan perundang-undangan - maupun materi hukum tidak tertulis - tertuang dalam kebiasaan ataupun praktek bisnis yang berkembang. Sehubungan dengan itu, sistem hukum nasional sesungguhnya tetap berlaku terhadap segala aktivitas komunikasi yang dilakukan dalam lingkup cyberspace. Hal ini berarti bahwa domain-domain hukum yang semula dipahami secara sektoral, baik dalam bidang telekomunikasi, media maupun informatika akan semakin konvergen. Yang terjadi bukan kevakuman hukum, melainkan suatu pembidangan hukum yang lebih khusus tanpa menafikan keberlakuan bidang-bidang hukum yang telah ada dalam sistem hukum yang berlaku. Dengan demikian definisi Hukum Telematika adalah hukum terhadap perkembangan konvergensi TELEMATIKA yang berwujud dalam penyelenggaraan suatu sistem elektronik, baik yang terkoneksi melalui internet ( cyberspace) maupun yang tidak terkoneksi dengan internet.
Lingkup pengkajian Hukum Telematika terfokus pada aspek-aspek hukum yang terkait dengan sistem informasi dan sistem komunikasi, khususnya yang diselenggarakan dengan sistem elektronik, dengan tetap memperhatikan esensi dari:

komponen-komponen dalam sistem tersebut, mencakup: (i) perangkat keras (ii) perangkat lunak, (iii) prosedur-prosedur (iv) perangkat manusia, dan (v) informasi itu sendiri; serta
(2) fungsi-fungsi teknologi di dalamnya yaitu: (i) input, (ii) proses, (iii) output , (iv) penyimpanan dan (v) komunikasi.
Dalam prakteknya kedua lingkup tadi dalam cyberspace dikenal sebagai (i) Content, (ii) Computing, (iii) Communication dan (iv) Community.
1.
Content , yaitu Isi atau substansi Data dan/atau Informasi berupa input dan output dari penyelenggaraan sistem informasi yang disampaikan pada publik, mencakup semua bentuk data/informasi baik yang tersimpan dalam bentuk cetak maupun elektronik, maupun yang disimpan sebagai basis data ( databases ) maupun yang dikomunikasikan sebagai bentuk pesan ( data messages );
2.
Computing , yaitu Sistem Pengolah Informasi yang berbasiskan sistem komputer ( Computer based Information System ) berupa jaringan sistem informasi ( computer network ) organisasional yang efisien, efektif dan legal. Dalam hal ini, suatu Sistem Informasi merupakan perwujudan penerapan perkembangan teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasional/organisasi perusahaan (bisnis).;
3.
Communication, yaitu Sistem Komunikasi yang juga berupa sistem keterhubungan ( interconnection ) dan sistem pengoperasian global ( interoperational ) antar sistem informasi/jaringan komputer ( computer network ) maupun penyelenggaraan jasa dan/atau jaringan telekomunikasi.
4.
Community , yaitu masyarakat berikut sistem kemasyarakatannya yang merupakan pelaku intelektual ( brainware ), baik dalam kedudukannya sebagai Pelaku Usaha, Profesional Penunjang maupun sebagai Pengguna dalam sistem tersebut.
Sesungguhnya terdapat korelasi yang kuat antara cybernetics theory dengan sistem hukum nasional, dalam hal efektifitas suatu sistem hukum di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam pembentukan perilaku sosial ( social behaviour ). Hukum sebagai suatu aturan ( rule of law ) berbanding lurus dengan pemamahan hukum dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum - yang wujudnya berupa informasi - yang tengah berlaku. Tidak akan ada ketentuan hukum yang berlaku efektif dalam masyarakat, jika informasi hukum tersebut tidak dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat. Oleh karena itu, pengkomunikasian informasi hukum harus dirancang dalam pola yang lebih interaktif sehingga dapat menangkap dengan baik umpan balik dari masyarakatnya sehingga menimbulkan kesadaran hukum. Hal tersebut tidak akan didapat hanya dengan sosialisasi ataupun penyuluhan hukum saja, melainkan juga harus dengan pengembangan sarana komunikasi ataupun infrastruktur informasi yang baik dan dapat diakses dengan mudah dan murah oleh masyarakat.
Merujuk pada dasar keberlakuan hukum yang mencakup aspek-aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis; Jika pembuatan hukum hanya memperhatikan aspek yuridis saja melalui perumusan hukum ( legal drafting ) oleh segelintir elit tanpa melibatkan peran aktif masyarakatnya, maka wacana hukum tidak akan pernah berkembang di tengah masyarakat dan masyarakat tidak akan pernah berperan aktif di dalamnya. Hikmah dari cybernetics theory bagi sistem hukum adalah keberadaan sistem informasi hukum sebagai komponen keempat dalam sistem hukum nasional; di samping tiga komponen yang selama ini dikenal, yaitu substansi, struktur dan budaya. Dengan demikian secara teoritis kesenjangan antara rule of law dengan social behaviour dapat dijembatani. Hal ini juga sepatutnya membuka pemikiran tentang birokrasi bahwa keberadaannya sebagai mitra rakyat - bukan penguasa rakyat - mewajibkannya memberikan layanan yang lebih baik. Dengan pengembangan sistem informasi yang baik, kegiatan pemerintahan menjadi lebih transparan, dan akuntabel, karena pemerintah mampu menangkap feedback dan meningkatkan peran serta masyarakat. Good governance tidak lain adalah cita negara berdasarkan hukum, di mana masyarakatnya merupakan self regulatory society . Dengan demikian, pemerintah sudah dapat mereduksi perannya sebagai pembina dan pengawas implementasi visi dan misi bangsa dalam seluruh sendi-sendi kenegaraan melalui pemantauan terhadap masalah-masalah hukum yang timbul dan menindaklanjuti keluhan-keluhan masyarakat.
Kesimpulannya, Pemerintah dan masyarakat harus meningkatkan kesadaran berinformasi dan berkomunikasi, untuk kemudian mampu mengembangkan dan menguasai serta membina dan mengendalikan seluruh infrastruktur informasi nasional maupun global agar keberadaannya dapat sesuai dengan kebutuhan dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sistem hukum yang baik belum tentu dapat terwujud dengan terus menerus membuat undang-undang baru. Justru kajian mendalam harus ditingkatkan tentang sejauh mana sistem hukum yang telah berlaku ( existing legal framework ) dapat dioptimalkan terlebih dahulu oleh para penegak hukumnya yang berdedikasi tinggi dalam pelaksanaan tugasnya. 

Comments

Populer Post

PEMBAHARUAN WARISAN HUKUM BELANDA DI INDONESIA

WARISAN HUKUM BELANDA Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa ( octrooi ) seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain dan hak mencetak uang.

Konsep Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Perbandingan Hukum sebagai metode penelitian dan sebagai ilmu pengetahuan usianya relatif masih muda, karena baru tumbuh secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Perbandingan adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan dievaluasi. Pentingnya perbandingan telah mendapatkan penghargaan di setiap bagian oleh siapapun dalam bidang studi dan penelitian. Nilai penting tersebut direfleksikan pada pekerjaan dan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, ahli sejarah, ahli ekonomi, para politisi, ahli hukum dan mereka yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Apapun gagasan, ide, prinsip dan teorinya, kesemuanya dapat diformulasikan dan dapat dikatakan sebagai hasil dari metode studi perbandingan. 

PENGHAPUSAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA

PENGHAPUSAN DAN PENGHILANGAN PERBUATAN PIDANA (Peniadaan Pidana Pasal 44 – 52 KUHP) Terdapat keadaan-keadaan khusus yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana, kehilangan sifat tindak pidana, sehingga si pelaku bebas dari hukuman pidana. Pembahasan ini dalam KUHP diatur dalam title III dari buku I KUHP, yaitu pasal 44 – 51. akan tetapi dalam praktek hal ini tidak mudah, banyak kesulitan dalam mempraktekkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini. Dalam teori hokum pidana alas an-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi 3 : 1. Alasan pembenar : alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tertera dalam pasal 49 (1), 50, 51 (1).

Sejarah Awal Pembentukan Hukum di Indonesia (Seri Kuliah)

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia paling tidak diawali pada masa pergerakan nasional yang diinisiasi oleh Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama tahun 1926, Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa menuju kemerdekaan inilah segenap komponen bangsa bersatu padu demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali Santri, maka sudah tepat pada tanggal 22 Oktober nanti diperingati hari santri. Kaum santri bukan hanya belajar mengaji akan tetapi juga mengangkat senjata demi mewujudkan kemerdekaan NKRI. Dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti : -           menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; -           sejak saat itu berarti bangsa Indonsia telah mengambil keputusan (sikap politik hukum) untuk menetapkan tata hukum Indonesia. Sikap politik hukum bangsa Indonesia yang menetapkan