Meningkatnya
intensitas kegiatan penduduk dan industri perlu dikendalikan untuk mengurangi
kadar kerusakan lingkungan di banyak daerah antara lain pencemaran industri,
pembuangan limbah yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan kesehatan,
penggunaan bahan bakar yang tidak aman bagi lingkungan, kegiatan pertanian,
penangkapan ikan dan pengelolaan hutan yang mengabaikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
Dengan
memperhatikan permasalahan dan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan hidup
dewasa ini, maka kebijakan di bidang pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup ditujukan pada upaya :
(1) mengelola sumberdaya alam, baik yang dapat
diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui melalui penerapan teknologi
ramah lingkungan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampungnya;
(2) menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk
menghindari perusakan sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan;
(3) mendelegasikan kewenangan dan tanggung
jawab kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
hidup secara bertahap;
(4) memberdayakan masyarakat dan
kekuatan ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal;
(5) menerapkan secara efektif penggunaan indikator-indikator
untuk mengetahui keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
(6) memelihara kawasan konservasi
yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi baru di wilayah tertentu; dan
(7) mengikutsertakan masyarakat dalam rangka menanggulangi
permasalahan lingkungan global.
Sasaran
yang ingin dicapai adalah terwujudnya pengelolaan sumberdaya alam yang
berkelanjutan dan berwawasan keadilan seiring meningkatnya kesejahteraan
masyarakat serta meningkatnya kualitas lingkungan hidup sesuai dengan baku mutu
lingkungan yang ditetapkan, serta terwujudnya keadilan antar generasi, antar
dunia usaha dan masyarakat, dan antar negara maju dengan negara berkembang
dalam pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang optimal.
DASAR
HUKUM (UNDANG-UNDANG)
Dalam UU No. 23 Tahun 1997
Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 12 berbunyi sebagai berikut :
“ketentuan tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
ditetapkan oleh undang-undang”. Dalam
penjelasannya tertera: Pengertian konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya mengandung 3 Aspek, yaitu :
a.
Perlindungan system penyangga kehidupan;
b.
Pengawetan dan pemeliharaan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya pada matra darat, air dan udara;
c.
Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya.
Dalam pengertian tersebut
termasuk juga perlindungan jenis hewan yang tata cara hidupnya tidak diatur
oleh manusia dan tumbuh-tumbuhan yang telah menjadi langka atau terancam punah
dan hutan lindung.
Sedangkan pasal 41 UUPLH satu
menjelaskan bahwa “barang siapa secara melawan hukum dengan melakukan perbuatan
yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup, diancam
pidana dengan denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta).
Dalam masalah penebangan dan penyelundupan
kayu hutan diatur dalam pasal 50 ayat 1-4 UU No. 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan. Adapun redaksinya dapat dilihat di bawah ini :
(1) Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana
perlindungan hutan.
(2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan
kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil
hutan kayu dan bukan kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan
kayu, dilarang melakukan kegiatan yang menimbulkan kerusakan hutan.
(3) Setiap orang dilarang:
a. mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan
hutan secara tidak sah;
b. merambah kawasan hutan;
c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan dengan radius
atau jarak sampai dengan:
1. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;
2. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan
sungai di daerah rawa;
3. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;
4. 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai;
5. 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang;
6. 130 (seratus tiga puluh) kali selisih pasang tertinggi dan
pasang terendah dari tepi pantai.
d. membakar hutan;
e. menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam
hutan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang;
f. menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima
titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut diduga
berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah;
g. melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau
eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa izin Menteri;
h. mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak
dilengkapi bersama-sama dengan surat keterangan sahnya hasil hutan;
i. menggembalakan ternak di dalam kawasan hutan yang tidak ditunjuk
secara khusus untuk maksud tersebut oleh pejabat yang berwenang;
j. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang lazim
atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan
hutan, tanpa izin pejabat yang berwenang;
k. membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong,
atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;
l. membuang benda-benda yang dapat menyebabkan kebakaran dan
kerusakan serta membahayakan keberadaan atau kelangsungan fungsi hutan ke dalam
kawasan hutan; dan
(4) mengeluarkan,
membawa, dan mengangkut tumbuh-tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi
undang-undang yang berasal dari kawasan hutan tanpa izin pejabat yang
berwenang.
ANALISA
MASALAH
Pengelolaan
lingkungan hidup dapat diartikan sebagai upaya terpadu untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup yang mencakup kebijaksanaan penataan , pemanfaatan,
pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan
hidup (Pasal 1 angka 2 Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup). Amanat pasal tersebut memiliki makna terdapat korelasi
antara Negara (state), wujud perbuatan hukumnya berupa kebijakan (policy
making) serta sistem tata kelola lingkungan yang bertanggung jawab.
Dalam
banyak kasus di bidang lingkungan yang mencuat mengindikasikan bagaimana
sesungguhnya terjadi perbedaan hitam-putih antara apa yang dituangkan dalam
regulasi sebagai perwujudan akan kepedulian Negara (baca: pemerintah), rakyat
yang dimanifestasikan dalam kelembagaan perwakilan (DPR/ DPRD) serta lembaga
yudisial sebagai garda terakhir dalam penegakan hukum (law enforcement). Muara
dari kegagalan pemerintah dan lembaga peradilan dalam menangani persoalan
lingkungan membawa akibat pada resistensi korban lingkungan misalnya: aksi demo
dengan blokade jalan, merusak fasilitas industri baik atas dasar investasi
domestik maupun asing, pembangkangan yang kesemuanya menggambarkan senjata
terakhir dari kaum yang kalah (weapons of the weak).
Salah satu dari banyak
kasus yang terjadi di Indonesia adalah masalah pengelolaan hutan. Hutan sebagai
karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa
Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat
serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan
dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.
Selain itu hutan juga
sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran
rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus
dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus
dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta
bertanggung jawab.
Permabahan dan konservasi
hutan bakau dalam berita di atas sudah terjadi begitu lama, tapi tidak ada
tindakan dari pihak pemerintah, dari 55.439 ha hutan bakau di Kabupaten Kubu
Raya, sebanyak 3.981 ha diantaranya tergolong rusak berat dan 561 ha rusak
ringan. Perluasan tambak yang mengkonversi hutan bakau ini harus segera
ditangani lebih lanjut dan mempertimbangkan dampak lingkungan yang terjadi,
studi AMDAL dalam hal ini sangatlah diperlukan.
Upaya meningkatkan ekonomi
masyarakat seharusnya diselaraskan dengan sumber daya alam yang ada, tidak
merusak sumber daya alam yang telah ada. Misalkan budidaya ikan krapu dan
sebagainya yang cocok dengan daerah hutan bakau tersebut. Tidak malah,
mengkonversi hutan bakau tersebut. Peran masyarakat disisni sangatlah
signifikan dengan pelatihan dan penyuluhan dari pemerintah mengenai lingkungan.
Lain halnya dengan
penyelundupan, penyelundupan kayu yang marak di Kalimantan sebagian besar
adalah ulah cukong-cukong kayu atau pengelola hutan yang telah diberi wewenang
oleh pemerintah. Sehingga masyarakat sekitar ikut melegalkan hal tersebut
karena dapat menambah pengahsilan mereka. Upaya yang perlu dilakukan adalah
pengawasan oleh polisi hutan harus lebih di optimalkan khususnya di wilayah
hutan Kalimantan yang sebagian besar pulau Kalimantan adalah salah satu hutan
tropis yang terbesar di dunia. Seharusnya Indonesia bangga dengan melindunginya
dan menjaganya, bukan malah merusaknya. Selain itu peran masyarakat sekitar
hutan juga diperlukan dalam hal pengawasan hutan untuk digunakan sebagaimana
mestinya.
PENUTUP
Persoalan
lingkungan merupakan salah satu persoalan dunia yang mengemuka pada seperempat
abad terakhir, termasuk di Indonesia sehingga isu lingkungan sangat menarik
untuk didiskusikan. Ada berbagai variabel yang mempengaruhi lingkungan mulai
dari politik, ekonomi, sosial, hukum, budaya bahkan agama, sehingga
pengelolaannya harus dipandang sebagai masalah yang inter disipliner.
Oleh
karena itu, masalah kerusakan hutan bakau dan pembalakan liar yang terjadi di
Kalimantan merupakan akses dari adanya pengelolaan hutan yang tidak terkontrol
dengan baik. Baik oleh pemerintah pusat maupun daerah, meraka hanya melihat dan
memperhatikan pendapatan dari pengelolaan tersebut dan kurang memperhatikan
pengelolaan secara langsung di lapangan. Sehingga banyak terjadi penyimpangan
yang mengakibatkan kerugian Negara dan masyarakat sekitar hutan. Alangkah
baiknya jika hutan dikembalikan sepenuhnya pada fungsi utamanya, yaitu sebagai
lahan serapan air dan untuk melestarikan keanekaragaman hayati.
Comments