Seperti kita ketahui bahwa pasca reformasi adalah masa transisi, pada masa transisi ini sebenarnya penentuan landasan dasar kehidupan berbangsa. Dalam kasus ini adalah isu atau wacana atau pro kontra mengenai peran masyarakat sipil dan militer dalam kehidupan berbangsa. Pasca Reformasi menentukan komponen bangsa dalam melakukan peranya, begitu juga lembaga-lembaga negara, akan mengalami perubahan, pergeseran dan reformasi itu sendiri. Sepuluh tahun lebih pasca reformasi apakah ada perubahan signifikan saat ini dibandingkan dengan masa transisi?
Lembaga
pemerintahan di negara kita merupakan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),
Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah di Daerah.[1] Pemerintah di Daerah merupakan pejabat
daerah, yaitu Gubernur, Bupati, Walikota dan wakil-wakilnya; serta Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I (DPRD I) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Tingkat II (DPRD II).[2] Wewenang dan susunan lembaga lembaga
pemerintahan tersebut diggariskan UUD
1945 sebagaimana ditambah Perubahan Pertama UUD 1945 Sidang Umum MPR Tahun 1999
beserta perundang-undangan.
MPR adalah
lembaga tertinggi negara. MPR memegang
dan melaksanakan kedaulatan rakyat sepenuhnya.[3] MPR mempunyai tugas menetapkan Garis Garis
Besar daripada Haluan Negara (GBHN), memilih Presiden serta Wakil Presiden dan
mengubah UUD 1945.[4] MPR terdiri atas anggota DPR ditambah dengan
utusan daerah dan utusan golongan.[5] Utusan daerah dipilih DPRD I sedang utusan
golongan dipilih DPR. Utusan golongan
`tidak menjadi bagian dari suatu partai politik serta yang kurang atau tidak
terwakili secara proposional di DPR dan terdiri atas golongan ekonomi, agama
sosial, budaya, ilmuwan, dan badan badan kolektif lainnya'.[6]
Presiden
memegang kekuasaan Pemerintahan.[7] Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang
Undang (RUU) kepada DPR.[8] Setiap RUU dibahas DPR dan Presiden untuk
mendapat persetujuan bersama. Jika RUU
itu tidak mendapat persetujuan bersama RUU tersebut tidak boleh diajukan lagi
dalam persidangan DPR masa itu. Presiden
mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi Undang Undang.[9]
Selanjutnya,
Presiden dapat menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) untuk menjalankan UU
sebagaimana mestinya.[10] Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi
terhadap Angkatan Bersenjata dan juga berwenang terhadap keadaan bahaya secara
ditetapkan dengan UU.[11] Presiden mengangkat duta dan menerima
penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.[12] Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (beoordeling van de Volksraad) dan memberi amnesti dan abolisi
dengan memperhatikan pertimbangan DPR.[13]
Presiden dibantu
oleh Wakil Presiden dan kedua-duanya memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.[14] Jika Presidan mangkat, berhenti atau tidak
dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti Wakil Presiden
sampai habis waktunya. Sebagaimana
demikian, Presiden Soeharto diganti Wakil Presiden Habibie pada tanggal 21 Mei
1998.[15] Presiden juga dibantu oleh para Menteri. Presiden berwewenang mengangkat dan
memberhentikan semua Menteri tersebut.[16]
DPR adalah
lembaga tinggi negara.[17] DPR memegang kekuasaan membentuk Undang
Undang dan akan melaksanaan kekuasaan itu dengan Presiden secara tersebut.[18] Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU.[19] Selanjutnya, DPR mempunyai tugas dan wewenang
terhadap hal keuangan, hubungan internasional dan aspirasi masyarakat.[20] Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang tersebut
DPR berhak terhadap pejabat pemerintah dan lembaga pemerintahan lain.[21] Susunan DPR ditetapkan UU No.4/1999 Tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD berlandaskan Pasal 19 Ayat (1) UUD 1945.
Sebagaimana
tersebut, lembaga lembaga pemerintah di daerah ialah Gubernur, Bupati dan
Walikota daerah serta DPRD I dan DPRD II.[22] DPRD I dan DPRD II membentuk Peraturan
Daerah dengan persetujuan masing masing pejabat pemerintah di daerah.[23] DPRD I dan DPRD II berhak mengajukan
Rancangan Peraturan Daerah.[24] Selanjutnya, DPRD I dan DPRD II berkuasa
terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan (wetmatigheid)[25]
dan Pemilihan Pejabat Pemerintah di Daerah serta Presiden.[26] Akhirnya, DPRD I dan DPRD II bertugas dan
berwenang terhadap hal keuangan,[27]
hal internasional bersama dengan Pemerintah Negara,[28]
dan aspirasi masyarakat.[29]
Susunan DPRD I
berdasarkan Parpol hasil Pemilu dan anggota ABRI yang diangkat.[30] Jumlah Anggota DPRD I ditetapkan
sekurang-kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyak 100 orang termasuk 10% anggota
ABRI.[31] Susunan DPRD II pula berdasarkan Parpol dan
ABRI secara disebut. Jumlah Anggota DPRD
II ditetapkan sekurang-kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 45 orang
termasuk 10% anggota ABRI.[32]
Pemilihan Umum
baru dilaksanakan pada tanggal 7 Juni Tahun 1999 berlandaskan UU No.2/1999
Tentang Parpol yuncto Undang Undang No.3/1999 Tentang Pemilu. Parpol hasil Pemilu dalam DPR, DPRD I dan
DPRD II termasuk antara lain PDI Perjuangan, Golkar, PKB, PPP dan PAN.
Dengan susunan
lembaga lembaga pemerintahan tersebut, Parpol dan ABRI menjadi lembaga dasar
pemerintahan di Indonesia . Anggota Parpol hasil Pemilu dan anggota ABRI
yang diangkat menjadi Anggota DPR, DPRD I dan DPRD II. Anggota DPRD I dan DPRD II memlihi masing
masing pejabat pemerintah daerah.
Anggota DPRD I dan Anggota DPRD II juga memilihi utusan daerah yang
menjadi anggota MPR. Anggota DPR menjadi
anggota MPR. Anggota DPR juga memilihi
utusan golongan yang menjadi anggota MPR.
MPR memilihi Presiden.
Sebagaimana
demikian, susunan atau keanggotaan setiap lembaga pemerintahan tersebut
merupakan, berdasarkan atau dipengaruhi keanggotaan Parpol dan ABRI. Oleh sebabnya, tiap tiap ketentuan lembaga
pemerintah tersebut baik peraturan perundang-undangan atau ketentuan lain
ditetapkan anggota Parpol dan ABRI bersandar kebijakan (beleid) Parpol dan ABRI.
Maka, kebijakan Parpol dan ABRI sebagai kebijakan lembaga dasar
pemerintahan menjadi pedoman penetapan pemerintah Indonesia pada masa kini dan
masa mendatang. Akan pola ini akan berlanjut terus, meski saat ini sudah
mengalami pergesaran, akan tetapi komponen sipil dan militer masih menghiasi
perkembangan politik di Indonesia.
[1]
- untuk hubungan antara lembaga lembaga pemerintahan tersebut lihat TAP MPR
No.III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi
Negara Dengan / Atau Antara Lembaga Lembaga Tinggi Negara.
[2]
- Pasal 18 UUD 1945 serta Pasal 34 Ayat (2) huruf a UU No.4/1999 Tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.
Lihat lebih lanjut dengan UU No.5/1974 tentang Pokok Pokok Pemerintah di
Daerah beserta UU No.5/1979 Tentang Pemerintahan Desa sebagaimana telah diubah
dengan UU No.22/1999 tentang Pemerintah di Daerah dan UU No.25/1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Lihat juga Soehino SH, Perkembangan Pemerintah di Daerah (1995), Bab. VII.
[3]
- Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 yo. Pasal 32 Ayat (2) UU No. 4/1999.
[4]
- Pasal 3, Pasal 6 Ayat (2) serta Pasal 37 UUD 1945 sebagaimana ditambah dengan
Pasal 4 TAP MPR No.II/MPR/1999 Tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
Lihat TAP MPR No.VI/MPR/1999 Tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Lihat juga TAP MPR No. VII/MPR/1998 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas
TAP MPR No.I/MPR/1983 Tentang Peraturan Tat Tertib Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diuban dan Ditambah
Terakhir Dengan TAP MPR No. 1/1998, TAP MPR RI No.I/MPR/1999 Tentang Perubahan
Kelima Atas TAP MPR RI No.I/MPR/1983 Tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
[5]
- Pasal 2 Ayat (1) UUD 1945.
[6]
- Pasal 1 Ayat (5) yo. Pasal 2 Ayat (3), (5) dan (6) UU No.4/1999.
[7]
- Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945.
[8]
- Pasal 5 Ayat (1) UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama
UUD 1945.
[9]
- ibid Pasal 20.
[10]
- Pasal 5 Ayat (2) UUD 1945.
[11]
- ibid Pasal 10.
[12]
- Pasal 13 UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama UUD 1945.
[13]
- ibid Pasal 14. Lihat juga Pasal 35 UU No.14/1985 Tentang
Mahkamah Agung.
[14]
- ibid Pasal 4 Ayat (2) yo. Pasal 7. Lihat juga TAP MPR No.XIII/MPR/1998 Tentang
Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
[15]
- Sumpah Presiden Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie Tanggal 21 Mei 1999
berlandaskan Pasal 8 Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yo. Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) Nomor VII/MPR/1973 Tentang Keadaan Presiden
Dan / Atau Wakil Presiden Republik Indonesia Berhalangan.
[16]
- Pasal 17 UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama UUD 1945.
[17]
- Pasal 33 Ayat (1) UU No.4/1999.
[18]
- Pasal 20 UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama UUD
1945.
[19]
- ibid Pasal 21.
[20]
- Pasal 33 Ayat (2) huruf b s/d huruf f yo. Pasal 36 UU No.4/1999.
[21]
- Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) UU No.4/1999.
[22]
- Pasal 18 UUD 1945.
[23]
- Pasal 34 Ayat (2) huruf d UU No.4/1999.
[24]
- ibid Pasal 34 Ayat (3) huruf
f.
[25]
- ibid Pasal 34 Ayat (2) huruf
e.
[26]
- ibid Pasal 34 Ayat (2) huruf a yo.
huruf b.
[27]
- ibid Pasal 34 Ayat (2) huruf c dan
huruf e yo. Ayat (3).
[28]
- ibid Pasal 34 Ayat (2) huruf e dan
Ayat (5) huruf f yo. Pasal 36 Ayat (2).
[29]
- ibid Pasal 34 Ayat (3) yo. Ayat (4)
UU No.4/1999.
[30]
- lihat UU No.2/1999 tentang Parpol serta UU No.3/1999 tentang Pemilu.
[31]
- ibid Pasal 18.
[32] - ibid Pasal
25.
Comments