Timbunan
Sampah. Jumlah penduduk
Indonesia telah meningkat menjadi hampir dua kali lipat selama 25 tahun
terakhir, yaitu dari 119,20 juta jiwa pada tahun 1971 bertambah menjadi 198,20
juta jiwa pada tahun 1996 dan bertambah kembali menjadi 204,78 juta jiwa pada tahun
1999. Jika tingkat pertumbuhan penduduk ini tidak mengalami perubahan positif
yang drastis maka pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan
mencapai 262,4 juta jiwa dengan asurnsi tingkat pertumbuhan penduduk alami
sekitar 0,9 % per tahun. Pertambahan penduduk ini diperkirakan tidak akan
tersebar merata, tetapi akan terkonsentrasi di daerah perkotaan. Hal ini
dikarenakan kawasan perkotaan merupakan tempat yang sangat menarik bagi
masyarakat untuk mengembangkan kehidupan sosial ekonomi. Selain itu,
pembangunan ekonomi Indonesia melalui jalur industrialisasi berpengaruh
langsung terhadap pembangunan perkotaan.
Pada
tahun 1980 persentase jumlah penduduk kota di Indonesia adalah 27,29% dari jumlah
penduduk Indonesia, sementara pada tahun 1990 persentase tersebut bertambah
menjadi 30,93%. Diperkirakan pada tahun 2020 persentase jurnlah penduduk kota
di Indonesia mencapai 50% dari jumlah penduduk Indonesia. Akibat dari semakin
bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya adalah
bertambahnya pula buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah/buangan yang
ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat yang lebih dikenal sebagai
limbah domestik telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani oleh
pemerintah dan masyarakat itu sendiri.
Limbah
domestik tersebut, baik itu limbah cair maupun limbah padat menjadi
permasalahan lingkungan karena secara kuantitas maupun tingkat bahayanya
mengganggu kesehatan manusia, mencemari lingkungan, dan mengganggu kehidupan
makhluk hidup lainnya. Khusus untuk sampah atau limbah padat rumah tangga,
peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan
bertambah 5 kali lipat pada tahun 2020. Rata-rata produksi sampah tersebut
diperkirakan meningkat dari 800 gram per hari per kapita pada tahun 1995
menjadi 910 gram per hari per kapita pada tahun 20003. Untuk kota Jakarta, pada
tahun 1998/1999 produksi sampah per hari mencapai 26.320 meter kubik.
Dibandingkan tahun 1996/1997, produksi sampah di Jakarta tersebut naik sekitar 18%.
Hal ini diakibatkan bukan saja karena pertumbuhan penduduk tetapi juga karena
meningkatnya timbulan sampah per kapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat
ekonomi dan kesejahteraan. Hingga saat ini, penanganan dan pengelolaan sampah
tersebut masih belum optimal. Baru 11,25% sampah di daerah perkotaan yang
diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun/dibakar, 6,35% sampah dibuat
kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke kali/sembarangan. Sementara untuk di
daerah pedesaan, sebanyak 19% sampah diangkut oleh petugas, 54% sampan
ditimbun/dibakar, 7% sampah dibuat kompos, dan 20% dibuang ke kali/sembarangan
(BPS, Tahun 1999).
Terdapat
beberapa jenis sampah, jenis-jenis ini harus dibedakan supaya pengelolaannya
lebih mudah dan dapat dimanfaatkan secara optimal, yaitu :
·
Sampah Anorganik adalah
sampah yang berasal dari benda mati.
·
Sampah Domestik adalah
sampah yang berasal dari kegiatan domestik.
·
Sampah Organik adalah
sampah yang berasal dari benda hidup.
·
Sampah Pertanian adalah
sampah yang berasal dari tanaman atau panen hasil pertanian, pemotongan tanaman
dan bahan-bahan lain yang berasal dari sawah, ladang dan kebun.
·
Sampah rumah tangga adalah
sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga.
DASAR
HUKUM (UNDANG-UNDANG)
Dasar
hukum dalam masalah ini dapat di lihat dalam UU No. 23 Tahun !999 tentang
Pengelolaan Lingkungan hidup (UUPLH) dan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang
Pengelolaan Sampah (UUPS).
untuk
mengatasi permasalahan tersebut sudah saatnya disusun suatu Peraturan Perundang-undangan
Pengelolaan Sampah yang menjadi dasar hukum peraturan-peraturan teknis di
bidang pengelolaan sampah serta menjadi dasar tindak pengelolaan sampah yang
mengikat masyarakat, baik orang perorang maupun komunitas, pemerintah, dan
Pelaku Usaha. Oleh karena itu dengan disahkannya UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (UUPS) pada
tahun ini, menandakan begitu pentingnya masalah pengelolaan sampah ini sampai
diatur dalam undang-undang tersendiri. Sudah saatnya Indonesia, DKI Jakarta
bersih dari sampah dan sampah yang ada dikelola dengan baik, khususnya untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat kelas bawah (pemulung).
ANALISA
MASALAH
Permasalahan
pengelolaan sampan di Indonesia telah sedemikian kompleks yang melibatkan
pelaku-pelaku utama pengelolaan sampan, yaitu:
1. Masyarakat:
orang perorang maupun komunitas masyarakat
2. Pemerintah:
Pemerintah dan pemerintah daerah
3. Pelaku Usaha: produsen, penjual, pedagang,
jasa
Kendala yang ditemukan untuk pengoperasian
secara sanitary landfill adalah:
a) Kurangnya alat
berat yang dimiliki
b) Sulit/mahal
tanah untuk penutup sampah
c) Kolam pengolah
lindi tidak berfungsi
d) Sumber daya
manusia tidak memadai
Berhubungan
dengan beaya yang harus dikeluarkan untuk pengelolaan persampahan, di kota-kota
yang disurvai menyatakan keterbatasan dana sebagai salah satu kendala
peningkatan pelayanan pengelolaan persampahan. Keterbatasan dana tersebut dapat
berakibat kepada:
a. Ketidakmampuan
melakukan pemeliharaan terhadap sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang
ada,
b. Ketidakmampuan
melakukan penggantian terhadap sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang
telah rusak,
c, Ketidakmampuan
melakukan pengadaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang baru untuk
mencapai target pelayanan yang lebih baik,
d. Ketidakmampuan
melakukan pengelolaan persampahan sesuai dengan standar operasional yang
seharusnya (misal: rencana TPA = sanitary landfill, namun yang dilaksanakan
hanya open dumping atau maksimal control dumping).
Adanya
ketentuan pembayaran iuran dan retribusi, masyarakat merasa bahwa untuk pengelolaan
persampahan mereka harus membayar dua kali, yaitu kepada pengurus RT/RW dan
DINAS. Hal ini terjadi karena masyarakat tidak mengetahui secara pasti
bagaimana aliran sampah setelah tidak mereka butuhkan sehingga mereka tidak
memiliki informasi atau pengetahuan besarnya beaya yang diperlukan untuk
menyingkirkan sampah dari lingkungan dirinya. Yang mereka inginkan adalah
setelah membayar iuran dan retribusi kebersihan, sampah sudah menjadi tanggung
jawab DINAS/PD Kebersihan.
Dalam
upaya mengurangi jumlah sampah baik pemerintah maupun masyarakat melakukan
kegiatan pembuatan kompos. Namun untuk memanfaatkan sampah sebagai industry kompos
mereka menemukan kendala dan tantangan, yaitu:
1. Kendala
Kualitas
2. Kendala
Pemasaran
3. Kendala
kuantitas dan kontinuitas
4. Kendala
pendanaan
Dari
uraian diatas terlihat bahwa permasalahan dalam pengelolaan persampahan semakin
kompleks. Permasalahan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah juga cukup
berat. Sedangkan permasalahan yang dihadapi oleh Pelaku Usaha bersifat nasional
(lintas batas administrasi kota/propinsi).
Pada
akhirnya, akan tetap ada sampah yang memang sudah tidak dapat dimanfaatkan
secara ekonomis. Sampah tersebut hares dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA). Namun TPA ini harus memenuhi persayaratan teknis metoda Sanitary
Landfill, baik dasar pemilihan lokasi, penentuan lokasi dan pengoperasian
maupun pemeliharaannya.
Comments