1.
Perubahan delik biasa
menjadi delik aduan terhadap pelanggaran pidana atas HKI.
Dalam 5 (lima) undang-undang baru bidang HKI, maka pelanggaran pidana terhadap HKI dikategorikan sebagai delik aduan. Oleh karena itu dugaan terjadinya suatu tindak pidana pelanggaran HKI hanya dapat dilakukan penyidik dan pemeriksaan di pengadilan jika ada pengaduan dari pihak yang merasa haknya dirugikan. Perubahan jenis delik pidana HKI ini juga dikarenakan bahwa pada prinsipnya aspek perdata dari HKI lebih mengemuka dibandingkan dengan aspek pidananya. Oleh karena itu dimungkinkan terjadinya proses perdamaian di antara para pihak dalam hal terjadi tindak pidana HKI. Dengan adanya perubahan jenis delik pelanggaran HKI ini maka yang pasti akan mempermudah kerja dari penegak hukum dalam mengatasi pelanggaran HKI, selain itu biaya yang akan dikeluarkan dalam menyelesaikan tindak pidana HKI dengan sendirinya akan berkurang.
Dalam 5 (lima) undang-undang baru bidang HKI, maka pelanggaran pidana terhadap HKI dikategorikan sebagai delik aduan. Oleh karena itu dugaan terjadinya suatu tindak pidana pelanggaran HKI hanya dapat dilakukan penyidik dan pemeriksaan di pengadilan jika ada pengaduan dari pihak yang merasa haknya dirugikan. Perubahan jenis delik pidana HKI ini juga dikarenakan bahwa pada prinsipnya aspek perdata dari HKI lebih mengemuka dibandingkan dengan aspek pidananya. Oleh karena itu dimungkinkan terjadinya proses perdamaian di antara para pihak dalam hal terjadi tindak pidana HKI. Dengan adanya perubahan jenis delik pelanggaran HKI ini maka yang pasti akan mempermudah kerja dari penegak hukum dalam mengatasi pelanggaran HKI, selain itu biaya yang akan dikeluarkan dalam menyelesaikan tindak pidana HKI dengan sendirinya akan berkurang.
2.
Perubahan terhadap sanksi
pidana.
Dalam undang-undang merek dan paten yang baru maka
sanksi pidana penjara dikurangi menjadi paling lama 5 (lima) tahun dari
sebelumnya 7 (tujuh) tahun untuk tindak pidana merek dan paling lama 5 (lima)
tahun dari sebelumnya 7 (tujuh) tahun untuk tindak pidana paten. Namun besarnya
denda menurut undang-undang yang baru dinaikkan menjadi paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dari sebelumnya hanya Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah) untuk tindak pidana merek dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dari sebelumnya Rp. 300.000.000,- (tiga
ratus juta rupiah) untuk tindak pidana paten.
Dengan adanya ancaman hukuman denda yang berat
tersebut, diharapkan pelanggaran HKI bisa berkurang.
3.
Penyelesaian sengketa HKI
di Pengadilan Niaga.
Penyelesaian sengketa merupakan hal yang tidak kalah
strategis dalam pengelolaan sistem HKI. Undang-undang HKI yang baru (selain UU
Rahasia Dagang) telah melakukan terobosan baru dalam penyelesaian sengketa di
bidang HKI yang arahnya dimaksudkan untuk mempercepat proses peradilan dalam
sengketa HKI, yaitu dengan memanfaatkan peranan Pengadilan Niaga dalam rangka
menyelesaikan sengketa perdata di bidang. Hal ini didasarkan karena bidang HKI
sangat berkaitan dengan dunia usaha, untuk itu dibutuhkan penyelesaian perkara
yang cepat, karenanya membutuhkan institusi peradilan khusus.
Selain itu undang-undang HKI yang baru juga mengatur
mengenai tata cara penyelesaian perkara dengan jangka waktu yang spesifik dan
relatif pendek. Ada keinginan kuat dari undang-undang HKI agar penyelesaian
sengketa melalui pengadilan niaga ini dapat berjalan dalam waktu yang cepat dan
tidak bertele-tele. Undang-undang HKI mengatur bahwa gugatan harus telah
diputuskan dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak gugatan diterima
pengadilan niaga, dan hanya dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) hari
dengan persetujuan Mahkamah Agung. Selain itu terhadap putusan pengadilan niaga
hanya dapat dilakukan upaya hukum kasasi yang harus telah diputus oleh Mahkamah
Agung dalam waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan kasasi diterima.
Oleh karena itu proses penyelesaian sengketa perdata melalui pengadilan niaga
adalah lebih kurang 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan adanya
putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap.
Dengan semakin cepat selesainya suatu perkara di
pengadilan, maka dengan sendirinya biaya yang akan dikeluarkan untuk
menyelesaikan perkara perdata oleh pihak-pihak yang bersengketa tentu akan
berkurang pula, begitu pula beban biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak
pengadilan.
4.
Penetapan Sementara
Pengadilan
Undang-undang HKI yang baru memperkenalkan rezim hukum
baru dalam hukum acara perdata yang dianut di Indonesia yang sebelumnya tidak
dikenal, yaitu penerapan lembaga Penetapan Sementara Pengadilan yang dalam
perjanjian TRIPs dikenal dengan istilah injuctions. Lembaga hukum ini berbeda
dangan putusan provisi yang dikenal dalam hukum acara perdata kita. Putusan
provisi dijatuhkan setelah gugatan didaftarkan, sedangkan Penetapan Sementara
dikeluarkan atas permohonan pemilik HKI sebalum adanya gugatan pokok. Selain
itu Penetapan Sementara seperti halnya sebuah putusan, serta merta dapat
langsung dieksekusi.
Berdasarkan bukti yang cukup dan meyakinkan,maka pihak
yang halnya dirugikan dapat meminta HKI pengadilan niaga untuk menerbitkan penetapan
sementara tentang :
·
Pencegahan masuknya produk
yang berkaitan dengan pelanggaran HKI
·
Penyimpanan bukti yang berkaitan
dengan pelanggaran HKI
Adanya ketentuan mengenai Penetapan Sementara ini
diharapkan dapat mengurangi kerugian yang telah terjadi yang diderita oleh pemegang
HKI yang sesungguhnya.
5.
Lamanya Proses Pendaftaran
Dari seluruh perubahan yang ada, proses penyelesaian
permohonan pendaftaran untuk merek dan paten mengalami perubahan yang sangat
mendasar. Berdasarkan UU Merek yang lama maka proses pendaftaran merek dapat
diselesaikan dalam waktu 16 bulan sedangkan berdasarkan UU Merek yang baru maka
penyelesaiannya dipersingkat menjadi paling lama 14 bulan 10 hari. Begitu
halnya dengan paten, berdasarkan UU Paten yang baru maka jangka waktu
pemeriksaan substantif atas Paten Sederhana yang semula sama dengan Paten,
yakni dari 36 (tiga puluh enam) bulan diubah menjadi 24 (dua puluh empat) bulan
terhitung sejak Tanggal Penerimaan. Hal itu dimaksudkan untuk mempersingkat
jangka waktu pemeriksaan substantif agar sejalan dengan konsep Paten dalam
rangka meningkatkan layanan kepada masyarakat. Karena itu dapat disimpulkan
bahwa percepatan proses penyelesaian permohonan paten maupun marek ini tidak
lain adalah untuk memberikan kepastian hukum bagi para pendaftar serta
mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang guna mendapatkan
perlindungan hukum atas karya intelektualnya.
Comments