Skip to main content

Sejarah Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Sebagaimana yang kita ketahui, pada akhir tahun 2000 yang lalu yaitu pada tanggal 20 Desember 2000 reformasi hukum bidang Hak Kekayaan Intelektual (“HKI”) telah dimulai diundangkannya 3 (tiga) undang-undang baru di bidang HKI, yaitu Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri dan Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Selanjutnya pada tahun 2001 Pemerintah juga telah mengundangkan 2 (dua) undang-undang yaitu UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten dan UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang merupakan revisi terhadap undang-undang sebelumnya. Selain itu pada tanggal 11 Juli 2002, Rapat Paripurna DPR akhirnya menyetujui RUU tentang Hak Cipta untuk disahkan sebagai undang-undang .

Adapun HKI sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru di Indonesia. Sejak jaman Pemerintahan Hindia Belanda, Indonesia telah mempunyai undang-undang tentang HKI yaitu Octrooiwet (Undang-undang paten) Stb. No. 33 yis S 11-33, S 22-54, Auterswet (undang-undang Hak Pengarang) Stb. 1912 No. 600 serta Reglement Industriele Eigendom (Reglemen Milik Perindustrian) yang dimuat dalam S. 1912 No. 545 jo. S. 1913 No. 214, yang mulai berlaku sejak tahun 1913. Peraturan-peraturan tersebur berlaku di Indonesia berdasarkan prinsip konkordansi.

Undang-undang merek pertama Indonesia lahir pada tahun 1961 yaitu UU No. 21 Tahun 1961 tentang Merek Dagang dan Merek Perniagaan, yang diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan mulai berlaku tanggal 11 Nopember 1961. Pada tahun 1992 terjadi pembaharuan hukum merek di Indonesia, untuk mengantisipasi arus globalisasi, dengan lahirnya undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek yang mencabut dan menggantikan UU Merek No. 21 Tahun 1961. Pada tahun 1997 terjadi penyempurnaan terhadap UU Merek No. 19 Tahun 1992 yaitu dengan UU No. 14 Tahun 1997 yang disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 7 Mei 1997. Penyempurnaan ini dilakukan terutama untuk menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang merupakan bagian dari Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (Agreement Establishing World Trade Organization) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 7 Tahun 1994. Perubahan terakhir mengenai undang-undang merek terjadi pada tahun 2001 yaitu dengan lahirnya UU No. 15 Tahun 2001.

Undang-undang paten pertama Indonesia adalah UU No. 6 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU No. 13 Tahun 1997 dan terakhir dengan UU No. 14 Tahun 2001. Sama halnya dengan undang-undang tentang Merek maupun paten, undang-undang tentang Hak Cipta juga telah beberapa kali terjadi perubahan yaitu UU No. 6 Tahun 1982 yang telah diubah pada tahun 1987 (UU No. 7 Tahun 1987), tahun 1997 (UU No. 12 Tahun 1997) dan terakhir pada tahun 2002.

Reformasi hukum bidang HKI di Indonesia terutama disebabkan adanya kewajiban internasional Negara Indonesia berkaitan dengan Konvensi Pembentukan WTO (World Trade Organization). Konvensi tersebut mewajibkan seluruh negara anggotanya untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasionalnya dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam konvensi tersebut, khususnya Annex 1 b Konvensi tersebut, yaitu Perjanjian TRIPs (Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Konvensi tersebut telah memberikan batas waktu bagi negara-negara anggotanya untuk melakukan penyesuaian hukum nasionalnya di bidang HKI dengan ketentuan-ketentuan dalam TRIPs, yaitu 1 ( satu) tahun bagi negara maju dan 4 (empat) tahun bagi Negara berkembang. Sebagai salah satu negara berkembang maka Indonesia harus menyesuaikan hukum nasionalnya di bidang HKI paling lambat pada bulan Januari 2000.

Tekanan dari pihak luar lainnya juga turut melatarbelakangi terjadi reformasi hukum bidang HKI ini. Menurut laporan tahunan Special 301, yang dikeluarkan United States Trade Representative (“USTR”), pada tahun 1999 Indonesia saat itu merupakan satu-satunya negara Asean yang masih masuk dalam Priority Watch List versi USTR untuk kasus-kasus pelanggaran HKI. Lembaga perwakilan ini bertugas menelaah catatan-catatan pelanggaran HKI dari negara-negara mitra dagang AS.
Pada tahun 2000 peringkat Indonesia membaik dengan masuk kategori Watch List dikarenakan pada tahun 2000 Pemerintah Indonesia telah mengajukan RUU tentang Desain Industri, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit terpada serta mengajukan RUU revisi terhadap UU Paten dan Merek. Akan tetapi peringkat ini tidak lama bertahan, oleh karena pada tahun 2001 dan 2002 Indonesia kembali masuk dalam kategori Priority Watch List karena meskipun Indonesia telah memperbaiki peraturan hukum bidang HKI, akan tetapi penegakan hukum HKI terutama atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan Amerika Serikat masih dirasakan lemah.

Berdasarkan tekanan dari pihak luar, ketidakmampuan Indonesia untuk melindungi HKI akan menghambat masuknya investasi ke Indonesia di masa datang. Bila pemerintah Indonesia tidak secepatnya memperbaiki situasi ini, maka reputasi Indonesia di mata dunia internasional akan benar-benar terancam. Untuk itulah maka pemerintah seharusnya dapat segera mengambil tindakan tegas untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HKI, karena penuntasan kasus tersebut sangatlah penting untuk mengembalikan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Karena itulah Indonesia segera merevisi perundang-undangan perlindungan HKI dan memastikan bahwa undang-undang tersebut dilaksanakan secara efektif. Ketidakmampuan Indonesia mematuhi kesepakatan TRIPS akan berakibat pada pengenaan sanksi-sanksi perdagangan WTO bagi Indonesia.

Berdasarkan latar belakang terjadinya reformasi hukum bidang HKI dapat disimpulkan bahwa pendekatan analisa ekonomi atas hukum telah dipergunakan karena terjadinya reformasi hukum bidang HKI tersebut tidak terlepas dari adanya tekanan dari pihak luar terutama Amerika Serikat yang mengancam adanya pengenaan sanksi perdagangan apabila tidak segera merevisi peraturan hukum bidang HKI. Selain itu tidak adanya kepastian hukum bidang HKI juga dirasakan dapat menghambat masuknya investasi asing ke Indonesia karena itulah Pemerintah Indonesia melakukan reformasi bidang hukum HKI.


Selain itu reformasi di bidang hukum HKI juga didasari oleh pemikiran dan kesadaran bahwa perlindungan yang wajar terhadap HKI diharapkan dapat menjadi pendorong bagi anggota masyarakat untuk terus berupaya keras menghasilkan karya intelektual lainnya. Dengan semakin terjaminnya perlindungan HKI di Indonesia maka semakin banyak orang yang akan menghasilkan karya intelektual dan diharapkan dapat pula menggerakkan roda perekonomian serta memberikan pemasukan berupa pajak kepada negara. 

Comments

Populer Post

PEMBAHARUAN WARISAN HUKUM BELANDA DI INDONESIA

WARISAN HUKUM BELANDA Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa ( octrooi ) seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain dan hak mencetak uang.

Konsep Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Perbandingan Hukum sebagai metode penelitian dan sebagai ilmu pengetahuan usianya relatif masih muda, karena baru tumbuh secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Perbandingan adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan dievaluasi. Pentingnya perbandingan telah mendapatkan penghargaan di setiap bagian oleh siapapun dalam bidang studi dan penelitian. Nilai penting tersebut direfleksikan pada pekerjaan dan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, ahli sejarah, ahli ekonomi, para politisi, ahli hukum dan mereka yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Apapun gagasan, ide, prinsip dan teorinya, kesemuanya dapat diformulasikan dan dapat dikatakan sebagai hasil dari metode studi perbandingan. 

PENGHAPUSAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA

PENGHAPUSAN DAN PENGHILANGAN PERBUATAN PIDANA (Peniadaan Pidana Pasal 44 – 52 KUHP) Terdapat keadaan-keadaan khusus yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana, kehilangan sifat tindak pidana, sehingga si pelaku bebas dari hukuman pidana. Pembahasan ini dalam KUHP diatur dalam title III dari buku I KUHP, yaitu pasal 44 – 51. akan tetapi dalam praktek hal ini tidak mudah, banyak kesulitan dalam mempraktekkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini. Dalam teori hokum pidana alas an-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi 3 : 1. Alasan pembenar : alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tertera dalam pasal 49 (1), 50, 51 (1).

Sejarah Awal Pembentukan Hukum di Indonesia (Seri Kuliah)

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia paling tidak diawali pada masa pergerakan nasional yang diinisiasi oleh Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama tahun 1926, Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa menuju kemerdekaan inilah segenap komponen bangsa bersatu padu demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali Santri, maka sudah tepat pada tanggal 22 Oktober nanti diperingati hari santri. Kaum santri bukan hanya belajar mengaji akan tetapi juga mengangkat senjata demi mewujudkan kemerdekaan NKRI. Dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti : -           menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; -           sejak saat itu berarti bangsa Indonsia telah mengambil keputusan (sikap politik hukum) untuk menetapkan tata hukum Indonesia. Sikap politik hukum bangsa Indonesia yang menetapkan