Menurut Hukum
Pidana Islam
Mengenai sistem pembuktian dalam hukum
pidana Islam, tidak berbeda dengan sistem dalam hukum positif. Imam lbnu al-Qayim
Al-Jauziah berpendapat dalam kitabnya I’lamAl-Muwaqqi’in bahwa :
ان الشارع لم يقف في حفظ الحقوق البتة على شهادة ذ
كرين لافي الدماء ولافى الاموال ولافى الفروج ولافى الحدود بل قد
حدالخلفاءالراشدون والصحابة رضي الله عنهم فى الزنا باالحبل وفى الخمر بالرائحة
والقيء.
Artinya : "Sesungguhnya syari' tidaklah
membatasi pengambilan keputusan untuk memelihara hak semata-mata berdasarkan
kesaksian dua orang saksi lelaki saja, baik mengenai darah,harta, paraj, dan
had, bahkan para khulafa’urrasyidin dan sahahat r.a telah menghukum had pada zina
dengan adanya bukti kehamilan dan pada minum khamr, dengan adanya bau dan
muntah”.[1]
Seorang
hakim dituntut untuk memutuskan suatu perkara dengan hujjah atau alasan yang
memihak kepada kebenaran apabila tidak ada tandingannya yang sama. Di samping
itu dituntut dari hakim dalam memutuskan perkara diantara dua orang, hendaklah
mengetahui apa yang terjadi kemudian ia memutuskan dengan apa yang wajib. Maka
bagi yang pertama tempat berpijaknya ialah kebenaran dan bagi hakim yang kedua
yang memutuskan antara dua orang tempat berpijaknya keadilan. Dibolehkan bagi seorang hakim memutuskan dengan kesaksian
lelaki bila ia mengetahui kebenarannya. Allah SWT tidaklah mewajibkan para
hakim agar tidak memutuskan kecuali dengan dua saksi. Hanya Allah SWT menyuruh
yang punya hak memelihara haknya dengan dua saksi atau satu orang saksi lelaki
dan dua orang saksi perempuan.[2]
Termasuk juga masalah pembuktian, dalam hukum pidana
Islam sudah diatur secara jelas dalam Al-Qur'an dan Hadits. Perihal pembuktian
dalam Al-Qur'an adalah sebagai berikut :
ôôs)s9 $uZù=yör& $oYn=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ $uZø9tRr&ur ÞOßgyètB |=»tGÅ3ø9$# c#uÏJø9$#ur tPqà)uÏ9 â¨$¨Y9$# ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( $uZø9tRr&ur yÏptø:$# ÏmÏù Ó¨ù't/ ÓÏx© ßìÏÿ»oYtBur Ĩ$¨Z=Ï9 zNn=÷èuÏ9ur ª!$# `tB ¼çnçÝÇZt ¼ã&s#ßâur Í=øtóø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# ;Èqs% ÖÌtã ÇËÎÈ )الحديد/ ٥۷:۲٥(
Artinya:
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-kitab dan
neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan
besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi
manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui
siapa yang menolong (agama )Nya dan Rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak
dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa”. (Q.S.
Al-Hadid/ 57: 25)
Rasulullah bersabda :
عن ابن عبا س قا ل: قا ل رسول صلعم,
لويعطي الناس بدعواهم لادعى ناس دماء رجال واموالهم ولكن اليمين على المدعى عليه
(رواه مسلم)
Artinya : “Dari lbnu Abbas
berkata, bahwa Rasulallah SAW bersabda : Sekiranya diberikan kepada manusia apa
saja yang digugatnya, tentulah manusia akan menggugat apa yang dikehendakinya,
baik jiwa ataupun harta. Akan tetapi sumpah itu dihadapan orang yang tergugat”.
(H.R. Muslim)[3]
Kemudian Sabda Rasulullah SAW
yang lain:
البينة على من ادعى واليمين على من انكر (رواه
البيهقي)[4]
Artinya: “Bukti itu dibebankan
atas penggugat dan sumpah dibebankan kepada tergugat (orang yang mengingkari
gugatan)” (H.R. Al-Baihaqi)
Kata
al-Bayyinah dalam kalam Allah SWT, Rasulullah SAW dan ucapan para
Sahabat adalah nama bagi setiap apa yang menerangkan Al-Haq (kebenaran).[5]
Atas
keterangan dari Al-Qur’an dan Hadist di atas, maka setiap perkara harus
dibuktikan. Pembuktian ini mencangkup semua perkara yang dihadirkan dalam
pengadilan, dan tidak akan mengabulkan dakwaan penggugat sebelum dapat
memastikan dan mendengarkan keterangan pihak yang tergugat.
[1]Imam Ibnu al_Qoyim al-Jauziah, I’lam
al-Muwaqi’in, cet.II, (Beirut : dar al-Fikr,1977), Juz.I, hal.103.
[2]Hasyim dan Rachman, Teoti
Pembuktian menurut Fiqh Jinayah Islam, hal. xi-xii.
[3]Jalal al-Din Abd al_Rahman bin
Abu Bakar al-Suyuti, al-Jami’ al-Saghir, (Indonesia: Maktabah Dar al-Ihya’
al-Kutub al-‘Arabiyah), Juz. 2, hal. 32.
[4]Al-Maktabah al-Syamilah, Abi
Bakar Ahmad bin Husain al-Baihaqi: sunan al-Baihaqi, (Yaman:Ridwana,2008),
Juz.2, hal.466, no. 21741.
[5]Usman Hasyim dan M. Ibnu Rachman,
Teori Pembuktian menurut fiqh Jinayah Islam, (Yogyakarta: Andi Offset,
1984), cet.1, hal. xiii.
Comments