Skip to main content

Solusi Banjir

Manusia hidup di dalam suatu lingkungan yang beraneka ragam, antara komponen satu dengan komponen lainnya di dalam lingkungan dan manusia itu sendiri terjalin hubungan yang komplek satu dengan yang lain yang membentuk sumberdaya yang berupa sistem makanan dan pernapasan. Hubungan timbal balik tersebut senantiasa mengarah kepada bentuk keseimbangan yang disebut keseimbangan ekosistem.  Keseimbangan ekosistem harus terjaga, apabila didalam lingkungan manusia terjadi sesuatu yang mengancam eksistensi manusia yang disebabkan oleh perbuatan manusia itu sendiri, maka terjadilah apa yang dinamakan pencemaran lingkungan hidup. Salah satu pencemaran lingkungan hidup adalah banjir, dimana banjir timbul sebagai akibat langsung atau tidak langsung dari aktivitas manusia (karena pembuangan sampah ke sungai atau karena penebangan hutan yang tidak terkontrol atau pemanfaatan tata ruang yang salah).

Dalam hukum ekologi, setiap gangguan keseimbangan ekosistem akan selalu mengarah kepada proses keseimbangan kembali. Lingkungan manusia akan selalu melakukan tindakan penyesuaian yang dinamakan adaptasi, apabila banjir terjadi dalam kondisi yang lama maka masyarakat akan terbiasa dalam suasana banjir, daya tahan masyarakat menjadi bertambah, ketrampilan menjadi meningkat dalam suasana  banjir air tersebut, bahkan mungkin dengan lamanya banjir masyarakat dapat mengelola lingkungannya dengan baik dan dapat  memperoleh sumber penghidupan baru untuk kebutuhan sehari-hari (pengojek motor berubah status menjadi tukang perahu, petani sawah menjadi petani keramba ikan dll). Masyarakat yang tidak tahan banjir akan berpindah tempat pada suatu lingkungan baru yang tidak banjir, tetapi problema utama banjir adalah bahwa banjir itu pada umumnya tidak permanen. Banjir itu datangnya tidak terduga dan surutnyapun juga sering tidak bisa diramalkan oleh masyarakat sehingga terjadi ketidakseimbangan lingkungan.
Banjir merupakan permasalahan yang kompleks, dimana unitnya adalah keragaman. Oleh karena itu, keragaman yang begitu besar tidak mungkin dikaji atau dikendalikan oleh satu atau dua metode spesifik saja. Dalam hal ini, teori sistem mempernyatakan bahwa kesisteman adalah suatu meta konsep atau meta disiplin, dimana formalitas dan proses keseluruhan disiplin ilmu dan pengetahuan sosial dapat dipadukan dengan berhasil (Gigh, 1993; Carnavayal,1992) di dalam Eriyatno (1999).
Setiap kali terjadi banjir di Jakarta sering terdengar ungkapan banjir itu kiriman dari Bogor. Tudingan itu muncul karena hampir semua sungai yang bermuara di Jakarta berhulu diwilayah kabupaten Bogor. Daerah aliran sungai yang berasal dari Bogor adalah DAS Ciliwung, DAS Cakung, DAS Angke, DAS Sunter, DAS Kalibaru dan DAS Krukut. Banjir yang terjadi di Jakarta tidak hanya karena aliran air dari Bogor dimana banjir kiriman berarti hujan hanya terjadi di daerah Bogor, kenyataannya hujan juga terjadi di Jakarta, ditambah dengan pasang laut. DAS hulu Ciliwung berbentuk seperti corong yang terdiri dari berbagai anak sungai dan menyempit di bendungan utama Ciliwung di Katulampa. Seandainya banjir itu limpahan dari hulu, tentu kota Bogor akan banjir terlebih dahulu.
Banjir yang terjadi di Jabotabek merupakan masalah yang harus segera ditangani agar akibat yang ditimbulkannnya tidak banyak merusak dan merugikan masyarakat sekitarnya, mengingat Jakarta merupakan Ibukota negara yang merupakan citra negara dan barometer ekonomi. Usaha-usaha untuk mencegah dan mengurangi akibat terjadinya banjir harus segera dilakukan.
Sejak zaman penjajahan Belanda sampai sekarang, masalah banjir di Jakarta belum bisa tertangani. Konsep Prof Dr Herman Van Breen, Ketua Tim Penyusun Rencana Pencegahan Banjir dari Departement Waterstaat Hindia Belanda dengan kanalisasi dengan pintu air yang diadopsi dan dikembangkan oleh Pemprov DKI Jakarta, belum mampu mengatasinya. Ketika itu Tim yang dipimpin Van Breen menghasilkan Banjir Kanal Barat bagian hilir Sungai Ciliwung, yang memotong aliran sungai Krukut, Cideng dan Grogol, serta berakhir di Muara Angke.
Konsep tersebut memang jitu pada saat itu (sekitar tahun 1922), karena Batavia masih sebatas Menteng sampai Pelabuhan Sunda Kelapa, dengan luas sekitar 2.500 ha. Kini dengan luas Jakarta sekitar 65.000 ha, sudah barang tentu penanggulangan banjir perlu dipadukan dengan wilayah hinter land yakni Bogor Depok Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Bodetabekjur).
Namun, dalam kenyataannya, bagian tengah dan hulu Sungai Ciliwung yang mempunyai andil terbesar dalam bencana banjir itu belum menjadi perhatian utama Pemerintah Jakarta maupun Jawa Barat.
Kini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengimplementasikan konsep Van Breen tentang penanganan banjir di bagian timur utara Jakarta, yang dikenal dengan Banjir Kanal Timur (BKT), yang masih merupakan bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. Langkah itu diharapkan mampu meminimalkan banjir di Jakarta.
Namun, apabila dilihat secara geografis, BKT hanya mampu meminimalkan dampak banjir di wilayah bagian timur dan utara Jakarta seluas 270 km persegi. Tentu hal ini juga banyak bergantung pada banjir kiriman dan pasang surut air laut.
Sebagian besar wilayah Jakarta masih tetap akrab dengan banjir, terutama karena DAS Ciliwung belum dikelola secara tepat oleh pemerintah. Kondisi penggunaan lahannya tidak mampu lagi menyerap curah hujan yang turun, karena sebagian besar telah berubah menjadi permukiman dan industri.
Akibatnya, air hujan mengalir dengan bebas menjadi run off yang kemudian meningkatkan debit sungai, dan akhirnya meluap karena dataran banjir telah berubah peruntukannya.
DAS Ciliwung memiliki luas 31.000 ha. Secara geografis dapat dibagi menjadi DAS bagian hulu seluas 14.000 ha, meliputi Gunung Salak, Gunung Gede, Megamendung, Limo hingga Kedung Halang, Ciawi dan Cisarua. DAS bagian tengah seluas sekitar 9.000 ha, meliputi Depok, Kedung Halang dan Cibinong. Sementara DAS bagian hilir seluas 8.000 ha meliputi Cimanggis, sebagian Depok dan Jakarta.
DAS dan Sub DAS Ciliwung sepanjang lebih kurang 117 km yang membelah sebagian Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan DKI Jakarta, sebagian besar telah rusak oleh berbagai aktivitas manusia, antara lain permukiman di bantaran kali dan industri dengan outlet limbahnya ke Sungai Ciliwung. Secara administratif, DAS Ciliwung terletak di dua provinsi, yakni DKI Jakarta dan Jawa Barat.

DASAR HUKUM
Faktor penyebab terjadinya banjir di DKI Jakarta antara lain, semakin banyaknya lahan terbuka, kerusakan lingkungan khususnya di bukit-bukit daerah puncak yang semakin gundul dan banjir kanal timur (BKT) yang belum selesai akibat lambatnya pembebasan tanah warga sekitar BKT.
Berdasarkan uraian di atas maka hukum yang mengatur masalah ini sangat beragam antara lain :
a.      Perda tata ruang kota Jakarta dan Bogor, serta Kota penyangga seperti Tangerang, karena harus terdapat kesinambungan tata ruang JABODETABEK sehingga dapat mengurangi intensitas banjir yang melanda DKI Jakarta.
b.     UU No. 23 tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Menyangkut perusakan lingkungan baik ulah dari masyarakat atau penyimpangan terhadap peraturan yang dilakukan oleh pemerintah sendiri, seperti memberikan izin pembangunan baik komersiil maupun non-komersiil daerah Puncak Bogor. Karena dapat menyebabkan berkurangnya daerah resapan Air.
c.      PP No 35 Tahun 1991 tentang Sungai, pengaturan daerah aliran sungai (DAS) yang baik di wilayah DKI dapat meminimaslisir luapan banjir. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan membersihkan daerah aliran sungai dari pemukiman warga dan membersihkan sampah yang terdapat di aliran sungai secara berkala, tentunya sesuai dengan peraturan yang telah ada, khususnya Perda-perda DKI Jakarta.
ANALISA
Banjir telah melakukan "kudeta" di ibukota. Akibatnya berbagai aktivitas Jakarta dan sekitarnya menjadi lumpuh total. Pemerintah tidak berdaya dan hanya bisa mengharapkan kesabaran dan ketabahan rakyat dalam menghadapi bencana banjir. Bencana banjir selain diakibatkan oleh faktor cuaca yang ekstrem juga disebabkan oleh rusaknya ekosistem DAS (Daerah Aliran Sungai).
Bangsa ini sudah dilanda collective ignorance dan kehilangan kearifan dalam mengelola DAS. Berbagai undang-undang dan peraturan tentang lingkungan hanya menjadi macan kertas yang tidak pernah dijalankan secara konsisten. Penegakan hukum lingkungan yang antara lain mengenai ketentuan tentang sempadan sungai banyak dilanggar.
Wilayah Jakarta yang dibelah oleh 14 sungai sudah seharusnya membutuhkan manajemen pengelolaan DAS yang konsisten dan berkelanjutan. Rencana untuk membangun megaproyek kanalisasi untuk mencegah banjir belum tentu berhasil membebaskan Jakarta dari sergapan banjir jika masalah sempadan sungai tidak ditanganai secara tuntas. Begitupun, banjir juga tidak bisa ditangani secara parsial di wilayah Jakarta saja, tetapi harus menyangkut sepanjang DAS yang melewati propinsi Jawa Barat dan Banten.
Karena kehancuran ekosistem DAS juga terjadi di daerah hulu. Hampir seluruh DAS yang ada di propinsi Jawa Barat dan Banten dalam kondisi kritis, terutama DAS Citarum, Ciliwung. dan Cisadane. Egoisme sektor kedaerahan dan buruknya koordinasi wilayah menambah parah situasi.
Untuk itulah konsep Megapolitan yang bermaksud memperluas koordinasi teknis dan integrasi kebijakan pembangunan penyangga ibu kota sebaiknya segera diwujudkan dengan titik berat kepada aspek lingkungan hidup. Ketidakberdayaan propinsi Jawa Barat dan Banten untuk menghentikan laju deforestasi di wilayahnya akan berdampak lebih buruk lagi di waktu mendatang.

Sempadan Sungai
Dibutuhkan tindakan tegas tanpa pandang bulu untuk melindungi dan membenahi zona sempadan sungai. Sempadan sungai merupakan kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan, kanal, saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi dari kegiatan yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.
Kriteria sempadan sungai terdiri dari: (a) Sekurang-kurangnya 100 meter di kiri-kanan sungai besar dan 50 meter di kiri- kanan anak sungai yang berada di luar pemukiman. Sesuai dengan PP No 35 Tahun 1991 tentang Sungai. (b) Untuk sungai di kawasan pemukiman lebar sempadan sungai seharusnya cukup untuk membangun jalan inspeksi yaitu antara 10 sampai dengan 15 meter. Sesuai dengan PP No 35 Tahun 1991.
Selain penegakan hukum yang lemah, kerusakan sempadan sungai juga disebabkan oleh aspek land tenure (penguasaan lahan). Aspek tersebut banyak melanggar Amdal untuk kegiatan pembangunan di daerah lahan basah. Akibat lemahnya penegakan hukum terjadilah kerusakan fungsi ekologis lahan basah yang berdampak erosi genetik dan penurunan potensi.
Ada beberapa hal penting yang perlu diingat sehubungan dengan ekosistem lahan basah. Antara lain, Ekosistem lahan basah sesungguhnya memiliki potensi alami yang sangat peka terhadap setiap sentuhan pembangunan yang merubah pengaruh perilaku air (hujan, air sungai, dan air laut) pada bentang lahan itu. Ekosistem lahan basah bersifat terbuka untuk menerima dan meneruskan setiap material (slurry) yang terbawa sebagai kandungan air, baik yang bersifat hara mineral, zat atau bahan beracun maupun energi lainnya, sehingga membahayakan.
Ekosistem lahan basah sesungguhnya berperan penting dalam mengatur keseimbangan hidup setiap ekosistem darat di hulu dan sekitarnya serta setiap ekosistem kelautan di hilirnya. Kerusakan DAS selama ini kurang ditangani secara serius. Hanya dibenahi ala kadarnya saja, seperti dalam bentuk proyek pengerukan yang menelan dana milyaran rupiah.
Proyek semacam itu kurang efektif untuk menanggulangi bencana banjir atau kekeringan jika tidak disertai dengan reklamasi total jalur sempadan sungai yang disertai dengan gerakan budaya dan terapi psikososial. Banjir merupakan hukum karma akibat lemahnya penegakan hukum lingkungan.

Zonasi Lahan Basah
Padahal, banjir di ibu kota yang sudah menjadi tradisi itu mestinya bisa ditanggulangi secara teknis geologis dan reklamasi lingkungan yang disertai dengan gerakan budaya mengelola DAS secara arif. Namun, secara telanjang rakyat sering disuguhi oleh inkonsistensi pemerintah dalam mengelola lingkungan hidup.
Saat ini pemerintah boleh dibilang telah gagal menyeimbangkan keberadaan lahan basah untuk tetap terjaga dan tidak dialihkan fungsinya guna mengurangi bencana banjir dan tanah longsor. Zonasi terhadap Kepmeneg Lingkungan Hidup tentang lahan basah seharusnya diterapkan secara konsisten. Zonasi itu diterapkan berdasarkan kekuatan air sungai dan air pasang.
Ekosistem lahan basah sesungguhnya memiliki potensi alami yang sangat peka terhadap setiap sentuhan pembangunan yang merubah pengaruh perilaku air (hujan, air sungai, dan air laut) pada bentang lahan itu. Untuk itulah kewajiban pemerintah untuk mendefinisikan secara tegas dan tanpa pandang bulu tentang zonasi yang ideal dari lahan basah. Secara teori ekologis, kawasan yang harus dijaga dan dipertahankan fungsinya meliputi:
Kawasan Resapan Air, yaitu daerah yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan akifer (tempat pengisian air bumi) yang berguna sebagai sumber air. Perlindungan terhadap kawasan resapan air dilakukan untuk memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah tertentu untuk keperluan penyediaan kebutuhan kawasan yang bersangkutan.
Kriteria kawasan resapan air adalah curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu mere-sapkan air hujan secara besar-besaran. Sempadan Sungai, yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan, kanal, saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan untuk melindungi dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai.
Sempadan Pantai, adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan dan melindungi kelestarian fungsi pantai dari gangguan berbagai kegiatan dan proses alam. Kawasan Sekitar Danau atau Waduk, adalah kawasan tertentu di sekeliling danau atau waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsinya. Kawasan Pantai Berhutan Bakau, yaitu kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan.

PENUTUP
BANJIR tak dapat dicegah keberadaannya. Pemerintah bersama masyarakat hanya dapat meminimalkan melalui penerapan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air yang berkelanjutan. Berbagai normalisasi sungai dengan dana proyek miliaran rupiah ternyata belum dapat mengatasi masalah banjir tahunan di Ibu Kota DKI Jakarta. Normalisasi sungai hanya menambah kapasitas volume tampung air dalam kurun waktu yang relatif singkat. Musim hujan selesai, endapan lumpur di dasar sungai menebal dan kembali terjadi banjir.
Perilaku masyarakat penyebab banjir yang meliputi pengundulan hutan, pembuangan sampah di sungai, pembangunan pemukiman di bantaran sungai, pembangunan pemukiman yang diluar tata ruang peruntukan dll. Perilaku masyarakat yang negatif ini dapat memperbesar dan mempercepat terjadinya banjir, pernah terjadi di daerah Bogor tidak hujan dan hujan hanya berada di Jakarta dalam tempo tidak terlalu lama sudah menyebabkan terjadinya banjir hal ini diakibatkan oleh perilaku manusia yang membuang sampah sembarangan khususnya pada daerah aliran sungai sehingga kapasitas sungai tidak mencukupi dan terjadi luapan air yang mengakibatkan banjir atau saluran irigasi yang tersumbat oleh sampah sehingga air yang seharusnya mengalir di saluran irigasi meluap ke jalan-jalan.
Epilog tulisan ini adalah kurangnya penegakkan hukum di bidang lingkungan, meskipun ada penanganan, terkadang penanganan tentang lingkungan ini berjalan lambat dan insidental. Maksudnya, ketika musim penghujan pemerintah menggelar pembersihan DAS dan membongkar rumah ilegal yang berada di Puncak Bogor. Seharusnya, pemerintah JABODETABEK melakukannya dengan koordinasi yang optimal dan terus menerus tanpa pandang bulu. Jangan sampai ranah lingkungan dijadikan komoditas politik, demi kepentingan politik rumah-rumah dipinggiran sungai tidak dibenahi sesuai dengan aturan yang ada. Penegakkan hukum butuh sebuah ketegasan karena hukum bersifat memaksa. Apalagi UU PLH telah mengatur sedemikian rupa penegakkan hukum, secara administrasi, perdata dan pidana. Selain itu peran dan kesadaran masyarakat merupakan faktor utama untuk merubah kondisi Ibu Kota yang kian hari semakin parah setiap musim hujan datang.
Lebih parah lagi hal ini, diikuti daerah Sumatra dan Kalimantan yang nota bene merupakan kawasan yang dulunya hutan tropis berubah karena pengaruh kepentingan global. Pembukaan lahan untuk industri dan lahan terbuka yang semakin banyak menghasilkan sebuah bencana yang mungkin sudah menjadi trend di indonesia setiap musim penghujan tiba. Selamat datang banjir, aku akan selalu menyambutmu, mungkin inilah yang ada di benak Bangsa Indonesia sekarang.


Comments

Populer Post

PEMBAHARUAN WARISAN HUKUM BELANDA DI INDONESIA

WARISAN HUKUM BELANDA Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa ( octrooi ) seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain dan hak mencetak uang.

Konsep Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Perbandingan Hukum sebagai metode penelitian dan sebagai ilmu pengetahuan usianya relatif masih muda, karena baru tumbuh secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Perbandingan adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan dievaluasi. Pentingnya perbandingan telah mendapatkan penghargaan di setiap bagian oleh siapapun dalam bidang studi dan penelitian. Nilai penting tersebut direfleksikan pada pekerjaan dan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, ahli sejarah, ahli ekonomi, para politisi, ahli hukum dan mereka yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Apapun gagasan, ide, prinsip dan teorinya, kesemuanya dapat diformulasikan dan dapat dikatakan sebagai hasil dari metode studi perbandingan. 

PENGHAPUSAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA

PENGHAPUSAN DAN PENGHILANGAN PERBUATAN PIDANA (Peniadaan Pidana Pasal 44 – 52 KUHP) Terdapat keadaan-keadaan khusus yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana, kehilangan sifat tindak pidana, sehingga si pelaku bebas dari hukuman pidana. Pembahasan ini dalam KUHP diatur dalam title III dari buku I KUHP, yaitu pasal 44 – 51. akan tetapi dalam praktek hal ini tidak mudah, banyak kesulitan dalam mempraktekkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini. Dalam teori hokum pidana alas an-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi 3 : 1. Alasan pembenar : alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tertera dalam pasal 49 (1), 50, 51 (1).

Sejarah Awal Pembentukan Hukum di Indonesia (Seri Kuliah)

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia paling tidak diawali pada masa pergerakan nasional yang diinisiasi oleh Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama tahun 1926, Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa menuju kemerdekaan inilah segenap komponen bangsa bersatu padu demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali Santri, maka sudah tepat pada tanggal 22 Oktober nanti diperingati hari santri. Kaum santri bukan hanya belajar mengaji akan tetapi juga mengangkat senjata demi mewujudkan kemerdekaan NKRI. Dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti : -           menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; -           sejak saat itu berarti bangsa Indonsia telah mengambil keputusan (sikap politik hukum) untuk menetapkan tata hukum Indonesia. Sikap politik hukum bangsa Indonesia yang menetapkan