Skip to main content

Pengertian Zakat


            Zakat menurut bahasa (etimologi: lughoh) berarti berkah, bersih dan berkembang. Dinamakan berkah, karena dengan membayar zakat, hatinya akan bertambah atau tidak berkurang, sehingga akan menjadikan hartanya tumbuh laksana tunas-tunas pada tumbuhan karena karunia dan keberkahan yang diberikan Allah SWT kepada seorang muzakki. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Harta tidak berkurang karena sedekah (zakat), dan sedekah (zakat), tidak diterima dari pengkhianatan (cara-cara yang tidak dibenarkan menurut syar’i)” HR Muslim.[1]

            Sementara menurut Yusuf Al-Qaradhawi zakat dari segi bahasa merupakan kata dasar (masdar) dari zakat yang berarti berkah, tumbuh bersih dan baik. Sesuatu itu zakat berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zakat, berarti orang itu baik.[2]
            Sedangkan zakat menurut terminologi (syar’i) adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah SWT untuk diberikan kepada orang yang berhak menerima zakat (mustahiq) yang disebutkan di dalam Al-Qur’an. Selain itu bisa juga berarti sejumlah harta tertentu dari harta tertentu yang diberikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu.[3]
Terdapat beberapa pendapat Madzhab mengenai pengertian zakat, antara lain Madzhab Maliki mendefinisikan zakat, “mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas) kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq)”. Madzhab Hanafi mendefinisikan zakat, “menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus yang ditentukan oleh syariat karena Allah SWT”. Menurut Madzhab Syafi’i, “zakat adalah sebuah uang kapan untuk keluarnya harta atau tumbuh sesuai dengan cara yang khusus”.  Sedangkan menurut Madzhab Hambali “zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula”.[4]
Zakat bisa berarti menumbuhkan, memurnikan, (mensucikan), memperbaiki, yang berarti pembersihan diri yang didapatkan setelah pelaksanaan kewajiban membayar zakat.[5] Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa zakat merupakan kewajiban mengeluarkan harta bagi orang yang sudah mencapai ketentuan-ketentuan tertentu (muzakki) dengan perhitungan tertentu. 





            [1] Hikmat Kurnia, Panduan Pintar Zakat (Jakarta: Qultum Media, 2008), Cet. Pertama, h. 2
            [2] Yusuf Al-Qaradawi, Hukum Zakat (Jakarta: Pustaka Litera Antar Nusa, 2002), Cet.Ke-6, h.34

            [3]  Kurnia panduan pintar zakat, h. 3
            [4]  Wahbah Al-Zuhaily, zakat (kajian berbagai madzhab). Penerjemah Agus Efendi dan Bahruddin Fansnny (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya , 1997), cet. Ke-3, h. 83-84
            [5] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam (jilid III) (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa,2002), Cet. Kee-2, h.235.

Comments

Populer Post

PEMBAHARUAN WARISAN HUKUM BELANDA DI INDONESIA

WARISAN HUKUM BELANDA Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa ( octrooi ) seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain dan hak mencetak uang.

Konsep Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Perbandingan Hukum sebagai metode penelitian dan sebagai ilmu pengetahuan usianya relatif masih muda, karena baru tumbuh secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Perbandingan adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan dievaluasi. Pentingnya perbandingan telah mendapatkan penghargaan di setiap bagian oleh siapapun dalam bidang studi dan penelitian. Nilai penting tersebut direfleksikan pada pekerjaan dan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, ahli sejarah, ahli ekonomi, para politisi, ahli hukum dan mereka yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Apapun gagasan, ide, prinsip dan teorinya, kesemuanya dapat diformulasikan dan dapat dikatakan sebagai hasil dari metode studi perbandingan. 

PENGHAPUSAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA

PENGHAPUSAN DAN PENGHILANGAN PERBUATAN PIDANA (Peniadaan Pidana Pasal 44 – 52 KUHP) Terdapat keadaan-keadaan khusus yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana, kehilangan sifat tindak pidana, sehingga si pelaku bebas dari hukuman pidana. Pembahasan ini dalam KUHP diatur dalam title III dari buku I KUHP, yaitu pasal 44 – 51. akan tetapi dalam praktek hal ini tidak mudah, banyak kesulitan dalam mempraktekkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini. Dalam teori hokum pidana alas an-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi 3 : 1. Alasan pembenar : alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tertera dalam pasal 49 (1), 50, 51 (1).

Sejarah Awal Pembentukan Hukum di Indonesia (Seri Kuliah)

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia paling tidak diawali pada masa pergerakan nasional yang diinisiasi oleh Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama tahun 1926, Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa menuju kemerdekaan inilah segenap komponen bangsa bersatu padu demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali Santri, maka sudah tepat pada tanggal 22 Oktober nanti diperingati hari santri. Kaum santri bukan hanya belajar mengaji akan tetapi juga mengangkat senjata demi mewujudkan kemerdekaan NKRI. Dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti : -           menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; -           sejak saat itu berarti bangsa Indonsia telah mengambil keputusan (sikap politik hukum) untuk menetapkan tata hukum Indonesia. Sikap politik hukum bangsa Indonesia yang menetapkan