Istilah lingkungan hidup secara baku baik dari aspek ajaran maupun tradisi keilmuan islam tidak terdapat dalam konsep yang konkrit, seperti konsep lingkungan yang disodorkan dalam kerangka definisi, batasan dan pengertian ilmuan.[1] Aturan-aturan subtantif syari’at (hukum islam) yang berkaitan dengan lingkungan dapat di temukan dalam kitab-kitab fiqh, terutama cabang ilmu mu’amalat atau perniagaan, di bawah topik-topik seperti menghidupkan lahan kosong (ihya’ al-mawat), kawasan dilindungi (hima), penggunaan air untuk irigasi dan sumber pangan (shirb), sewa lahan (ijarah), pemeliharaan (nafaqah), hukum memburu dan menyembelih (sayd dan dhaba’ih), harta dan benda (milk dan maal), transaksi ekonomi (buyu’), perdamaian (sulh), pemberitaan (awqaf) dan zakat serta pajak (zakat, sadaqa, ushr, dan kharaj). Kesemuanya dibahas dalam bidang mu’amalat dan ibadat. Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan penggunaan tanah juga ditemukan di cabang-cabang hukum yang berhubungan dengan kebijakan umum dan pemerintah (siyasah) dan dalam cabang yang menyangkut kejahatan pidana dan perdata (jinayah dan uqubah), di bawah ganti rugi (ghasb) dan kerugian (talaf).[2]
Energi setiap
makhluk hidup dibutuhkan oleh makhluk hidup lain yang menyebabkan terjadinya
kelangsungan hidup. Dalam Islam saling keterkaitan ini merupakan salah satu
tujuan penciptaan Allah. Sebab Allah menciptakan sesuatu dengan tidak sia-sia
(dengan suatu tujuan), seperti yang termakstub dalam surat Ash-Shad ayat 27 dan
Surat al-A’raf ayat 10:
$tBur
$uZø)n=yz
uä!$yJ¡¡9$#
uÚöF{$#ur
$tBur
$yJåks]÷t/
WxÏÜ»t/
4 y7Ï9ºs
`sß
tûïÏ%©!$#
(#rãxÿx.
4 ×@÷uqsù
tûïÏ%©#Ïj9
(#rãxÿx.
z`ÏB
Í$¨Z9$#
ÇËÐÈ
Artinya : “Dan
kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa
hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, Maka celakalah
orang-orang kafir itu Karena mereka akan masuk neraka.”
ôs)s9ur
öNà6»¨Z©3tB
Îû
ÇÚöF{$#
$uZù=yèy_ur
öNä3s9
$pkÏù
|·Í»yètB
3 WxÎ=s%
$¨B
tbrãä3ô±s?
ÇÊÉÈ
Artinya :
“Sesungguhnya kami Telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan
bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. amat sedikitlah kamu bersyukur.”
Persepsi al
Qur’an ini sebagai isyarat adanya keteraturan yang harus dijaga oleh setiap
makhluk hidup dalam suatu sistem, yang apabila sistem itu terganggu menyebabkan
porak-porandanya makhluk hidup yang kokoh dan tergantung pada ekosistem. Para
pakar cenderung memberikan penngertian lingkungan hidup sebagai suatu upaya
melihat peranan manusia dalam lingkungan hidup.[3] Dengan
demikian manusia mempunyai peran dan tanggung jawab menjaga dan melestarikan
lingkungan hidup yang telah tertata sedemikian rupa untuk manusia.
[1]
Soerjani dkk., Cenderung mengatakan
bahwa lingkungan pada hakekatnya adalah keterkaitan antara manusia dengan
makhluk lain dengan benda mati yang ada disekitarnya. M. Soerjani, dkk, Lingkungan
Sumber Daya Alam dan Kependudukan dalam Pembangunan, (Jakarta: UI Press,
1987), h. 3.
[2]
Fachruddin M. Mangunjaya, dkk, Menanam Sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan
Gerakan Lingkungan Hidup, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h. 125-126.
[3]
Kalsan A. Thahir, Menyebutkan
lingkungan hidup dengan lingkungan manusia, yang berarti segala sesuatu berada
di sekeliling manusia, baik yang berbentuk benda mati maupun jasad-jasad atau
organisme-organisme dan manusia-manusia lain, yang belum dikenalnya. Kalsan A.
Thahir, Butir-butir Tata Lingkungan, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), h. 3.
Comments