Skip to main content

Pengantar Sejarah Hukum Indonesia (Seri Kuliah)

Setelah pada pertemuan sebelumnya kita membahas tentang sistem hukum di Indonesia, maka selanjutnya kita akan membahas mengenai Sejarah Hukum Indonesia. Sejarah hukum sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari asal-usul terbentuknya dan berkembangnya suatu sistem hukum dalam suatu masyarakat tertentu. Oleh karena itu, untuk benar-benar mengetahui pembentukan dan perkembangan sistem hukum di Indonesia, maka perlu untuk mempelajari bagaimana sejarah hukum di Indonesia.

Dalam paradigma umum, sejarah dimaknai sebagai penghubung keadaan masa lampau dengan keadaan saat ini atau yang akan datang atau keadaan sekarang yang berasal dari masa lampau. Apabila sejarah dalam artian seperti ini dihubungkan dengan hukum, maka dapat diterima bahwa hukum saat ini merupakan lanjutan/perkembangan dari hukum masa lampau, sedangkan hukum yang akan datang terbentuk dari hukum sekarang. Bahkan saat ini sudah berkembang keilmuan tentang sejarah masa depan (History of Future) dalam kerangka pemahaman sejarah berulang/berputar (Circle History). Apabila metode  History of Future ini dipakai dalam memahami perkembangan hukum di Indonesia, maka masa depan hukum di Indonesia lebih mudah untuk dibentuk atau diprediksi.

Menurut Soerjono Soekanto[1], bahwa sejarah hukum mempunyai beberapa kegunaan, antara lain sebagai berikut :
  • Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi kalangan hukum. hukum tidak akan mungkin berdiri sendiri, karena senantiasa dipengaruhi oleh aspek-aspek kehidupan yang terus berkembang.
  • Sejarah hukum dapat mengungkap pengembangan, penggantian, penyesuaian, perombakan dan alasan-alasan kaidah-kaidah hukum yang diberlakukan.
  • Sejarah hukum juga berguna dalam praktik hukum untuk melakukan penafsiran[2] historis terhadap hukum.
  • Sejarah hukum dapat mengungkap fungsi dan efektivitas lembaga-lembaga hukum tertentu.  

Kegunaan sejarah hukum di atas dapat dijadikan frame atau kerangka dalam melihat pembentukan dan perkembangan hukum yang ada di Indonesia. Akan tetapi, untuk melihat sejarah pembentukan hukum di Indonesia, terlebih dahulu perlu memahami kondisi geografis dan etnis atau bangsa Indonesia sebelum merdeka. Selain itu pada saat Indonesia merdeka, sedang berkembang pandangan/teori/Aliran pemberlakuan hukum, paling tidak terdapat 3 aliran besar, yaitu legisme[3], Freie Rechtslehre[4] dan Rechtsvinding[5]. Ketiga aliran ini dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap pembentukan dan perkembangan hukum di Indonesia.

Pembentukan hukum di Indonesia dapat dilihat dari hukum yang pertama kali dibentuk oleh Negara Indonesia, yaitu UUD 1945, UUD RIS 1949, UUDS 1950 dan Dekrit Presiden 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945. Pada perkembangan selanjutnya, perkembangan hukum di Indonesia dapat dilihat dari Ketetapan (TAP) MPR No. IV Tahun 1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang mengatur tentang pembangunan dan pembinaan hukum di Indonesia. Masuk era reformasi, UUD 1945 di amandemen, pasca amandemen tidak ada lagi GBHN yang mengatur tentang kebijakan politik hukum[6] nasional. Kemudian, pada saat ini muncul kembali pandangan perlunya GBHN agar memudahkan arah kebijakan pemerintah secara nasional.

Seiring dengan bergantinya Undang-undang Dasar 1945 dan perkembangan peraturan yang ada pada saat ini mempengaruhi sistem hukum yang ada di Indonesia. Pada materi sebelumnya sudah dijelaskan perubahan sistem hukum di Indonesia dipengaruhi oleh kedatangan investor, sehingga membutuhkan hukum yang sifatnya lebih responsif yang merupakan ciri sistem hukum jenis common law. Pada sisi lain, apabila melihat dari segi kodifikasi hukum, apakah sampai saat ini Indonesia masih perlu atau memang memerlukan kodifikasi hukum, khas ciri sistem hukum eropa kontinental (civil law) atau tidak? Hal ini perlu dikaji secara lebih mendalam, karena terkait dengan hukum antar negara dan hukum internasional, guna menjalankan misi Bangsa Indonesia, yaitu melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.




[1] R. Suroso, SH, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, h. 323.
[2] Penafsiran peraturan perundang-undangan adalah mencari dan menetapkan pengertian atas dalil-dalil yang tercantum dalam undang-undang sesuai dengan yang dikehendaki dan dimaksud oleh pembuat undang-undang. Cara menafsirkan dapat dalam pengertian subyektif dan obyektif atau sempit dan luas, selain itu terdapat berbagai macam metode penafsiran hukum yang dapat digunakan. Lihat : R. Suroso, SH, Pengantar Ilmu Hukum, h. 97-109.
[3] Aliran legisme mempunyai pandangan hukum terbentuk oleh perundang-undangan, di luar undang-undang tidak ada hukum.
[4] Aliran Freie Rechtslehre berpandangan bahwa hukum hanya terbentuk melalui peradilan atau rechtsspraak. Undang-undang dan sumber hukum lainnya hanya sebagai sarana pembantu dalam menemukan hukum pada kasus-kasus konkrit di peradilan.
[5] Aliran Rechtsvinding berpendapat diantara dua aliran sebelumnya, yaitu hukum terbentuk melalui beberapa cara. Dalam pengertian singkat bahwa hukum itu terbentuk dari kebiasaan, perundang-undangan dan proses peradilan. Selain itu hukum juga memerlukan penafsiran untuk mengisi kekosongan hukum.
[6] Menurut Bellefroid, Politik Hukum adalah menyelidiki tuntutan-tuntutan sosial yang hendak diperhatikan oleh hukum sehingga isi ius constituendum ditunjuk oleh politik hukum supaya constitutum disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Lihat : Soedjono Dirdjosisworo. 1983. Pengantar Ilmu Hukum. Rajawali Pers. Jakarta. hlm. 199
Menurut Satjipto Rahardjo, politik hukum sebagai aktivitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dan hukum tertentu dalam masyarakat. Politik hukum merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya dinamika yang demikian itu, karena ia diarahkan kepada “iure constituendo”, hukum yang seharusnya berlaku. Lihat : Satjipto Rahardjo. 1986. Ilmu Hukum. Alumni. Bandung.h. 334.

Comments

Populer Post

PEMBAHARUAN WARISAN HUKUM BELANDA DI INDONESIA

WARISAN HUKUM BELANDA Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para pedagang orang Belanda tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan antara para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang besar di pasaran Eropa. Sebagai kompeni dagang oleh pemerintahan Belanda diberikan hak-hak istimewa ( octrooi ) seperi hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamain dan hak mencetak uang.

Konsep Perbandingan Hukum Islam dengan Hukum Positif

Perbandingan Hukum sebagai metode penelitian dan sebagai ilmu pengetahuan usianya relatif masih muda, karena baru tumbuh secara pesat pada akhir abad XIX atau awal abad XX. Perbandingan adalah salah satu sumber pengetahuan yang sangat penting. Perbandingan dapat dikatakan sebagai suatu teknik, disiplin, pelaksanaan dan metode di mana nilai-nilai kehidupan manusia, hubungan dan aktivitasnya dikenal dan dievaluasi. Pentingnya perbandingan telah mendapatkan penghargaan di setiap bagian oleh siapapun dalam bidang studi dan penelitian. Nilai penting tersebut direfleksikan pada pekerjaan dan tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh para ahli ilmu pengetahuan, ahli sejarah, ahli ekonomi, para politisi, ahli hukum dan mereka yang terkait dengan kegiatan penyelidikan dan penelitian. Apapun gagasan, ide, prinsip dan teorinya, kesemuanya dapat diformulasikan dan dapat dikatakan sebagai hasil dari metode studi perbandingan. 

PENGHAPUSAN PIDANA DALAM HUKUM PIDANA

PENGHAPUSAN DAN PENGHILANGAN PERBUATAN PIDANA (Peniadaan Pidana Pasal 44 – 52 KUHP) Terdapat keadaan-keadaan khusus yang menyebabkan suatu perbuatan yang pada umumnya merupakan tindak pidana, kehilangan sifat tindak pidana, sehingga si pelaku bebas dari hukuman pidana. Pembahasan ini dalam KUHP diatur dalam title III dari buku I KUHP, yaitu pasal 44 – 51. akan tetapi dalam praktek hal ini tidak mudah, banyak kesulitan dalam mempraktekkan ketentuan-ketentuan dalam KUHP ini. Dalam teori hokum pidana alas an-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi 3 : 1. Alasan pembenar : alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar. Tertera dalam pasal 49 (1), 50, 51 (1).

Sejarah Awal Pembentukan Hukum di Indonesia (Seri Kuliah)

Perjuangan Kemerdekaan Indonesia paling tidak diawali pada masa pergerakan nasional yang diinisiasi oleh Budi Utomo pada tahun 1908, kemudian Serikat Islam (SI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama tahun 1926, Sumpah Pemuda tahun 1928. Pada masa menuju kemerdekaan inilah segenap komponen bangsa bersatu padu demi terwujudnya kemerdekaan Indonesia, tidak terkecuali Santri, maka sudah tepat pada tanggal 22 Oktober nanti diperingati hari santri. Kaum santri bukan hanya belajar mengaji akan tetapi juga mengangkat senjata demi mewujudkan kemerdekaan NKRI. Dengan diproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, berarti : -           menjadikan Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, hal ini dibuktikan dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; -           sejak saat itu berarti bangsa Indonsia telah mengambil keputusan (sikap politik hukum) untuk menetapkan tata hukum Indonesia. Sikap politik hukum bangsa Indonesia yang menetapkan