PENGAWASAN DAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DAN PERSONIL
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Good governance menghendaki pemerintahan dijalankan dengan mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan yang baik, seperti transparansi (keterbukaan), akuntabilitas, partisipasi, keadilan, dan kemandirian, sehingga sumber daya negara yang berada dalam pengelolaan pemerintah benar-benar mencapai tujuan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kemajuan rakyat dan negara. Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan negara tak lepas dari masalah akuntabilitas dan tranparansi dalam pengelolaan keuangan negara, karena aspek keuangan negara menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan bangsa, baik dari segi sifat, jumlah maupun pengaruhnya terhadap kemajuan, ketahanan, dan kestabilan perekonomian bangsa.
Dari berbagai data empirik yang diperoleh dari simpulan hasil pengawasan (apa yang dilakukan BPK, BPKP, maupun Inspektorat Jenderal) selalu mengindikasikan bahwa kesalahan, ketidaktertiban, penyimpangan, penyelewengan, dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan disebabkan karena Sistem Pengendalian Internal tidak berjalan.
Analisis hasil pengawasan tahun 2005 memberikan indikasi bahwa 96 temuan hasil audit pada umumnya merupakan kejadian temuan bersifat administratif, yang hal ini disebabkan oleh karena faktor lemahnya sistem pengendalian manajemen, yang antara lain diindikasikan sebagai berikut :
1. Sebanyak 81 kejadian atau 77,14% karena lemahnya unsur personil berupa kurangnya supervisi, kemampuan pegawai tidak sesuai dengan tugas yang harus dilaksanakan dan kelemahan personil lainnya.
2. Sebanyak 15 kejadian atau 14,29% karena lemahnya unsur perencanaan berupa perencanaan tidak matang, tidak ada rencana kegiatan, rencana kegiatan tidak cukup realistik, hubungan kerja diantara berbagai kegiatan kurang jelas, sehingga tidak ada koordinasi dan kelemahan perencanaan lainnya .
3. Sebanyak 4 kejadian atau 3,81% karena lemahnya unsur kebijakan, berupa kebijakan tidak jelas bagi bawahan dan kelemahan lain kebijakan.
4. Sebanyak 4 kejadian atau 1,90% karena lemahnya unsur prosedur, berupa tidak adanya prosedur yang diperlukan dan kelemahan prosedur lainnya yaitu antara lain birokrasi penyampaian bantuan yang terlalu panjang.
5. Kelemahan unsur pencatatan dan pelaporan, unsur review internal dan unsur organisasi masing-masing 1 kejadian atau 0,95%, antara lain berupa keterlambatan laporan.
Diharapkan terbangun sistem pengawaan nasional dengan elemen-elemen pengawasan fungsional, pengawasan internal, pengawasan eksternal, pengawasan masyarakat, yang ditandai sistem pengendalian dan pengawasan yang tertib, sisdalmen/waskat, wasnal, dan wasmas, koordinasi, integrasi dan sinkronisasi aparat pengawasan, terbentuknya sistem informasi pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah dan kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut pengawasan dan penegakan hukum secara adil dan konsisten.
B. Perumusan Masalah
Supaya dalam pembahasan tidak terlalu panjang lebar maka pemekalah mencoba merumuskan makalah ini sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pengawasan dan pengelolaan keuangan dan personil?
2. Bagaimana peran pengawasan dan pengelolaan keuangan dan personil dalam membentuk pemerintahan yang baik?
3. Bagaimana upaya pemerintah dalam memperbaiki system pengawasan dalam meminimalisir KKN?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah pengawasan dan pengelolaan keuangan dan personil dalam perkuliahan Hukum Administrasi Negara (HAN) adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dan ruang lingkup pengawasan dan pengelolaan keuangan dan personil.
2. Supaya mengetahui bagaimana system pengawasan dan pengelolaan keuangan dan personil diterapkan dalam pelaksanaan pemerintahan.
3. Untuk mengetahui pengawasan dan pengelolaan keuangan dan personil dalam bidang HAN.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengawasan
Dalam UU No. 5 tahun 1974 terdapat tiga bentuk pengawasan, yaitu pertama, pengawasan umum ialah pengewasan yang dilakukan oleh Mendagri (dibantu itjend), Gubernur kepada pemerintah daerah meliputi bidang-bidang pemerintahan, kepegawaian, keuangan, peralatan dan pembangunan dan lain-lain. Kedua, Pengawasan Preventif ini berkaitan dengan pengesahan (goedkeuring) Perda atau Kep. Kepala Daerah tertentu. Ketiga, Pengawasan Represif dapat berbentuk penangguhan berlaku (schorsing) atau pembatalan (vernietiging) suatu Perda atau Kep. Kepala Daerah tertentu demi kepentingan umu atau bertentangan dengan peraturan perundang0undangan di atasnya.
Pengawasan melekat (Waskat) merupakan salah satu bentuk pengendalian atasan langsung/pimpinan di lingkungan satuan organisa-si/kerja dalam meningkatkan kinerja organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Pengawasan Fungsional atau Wasnal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat pengawasan secara fungsional, baik intern maupun ekstern pemerintah, terhadap pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pelayanaan masyarakat agar sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan.
Pengawasan Masyarakat atau Wasmas adalah pengawasan yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, disampaikan secara lisan atau tulisan kepada aparatur pemerintah yang berkepentingan, berupa sumbangan pikiran, saran, gagasan atau pengaduan yang bersifat membangun, baik secara langsung maupun melalui mass media.
Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap kebijakan yang telah ditetapkan Daerah baik berupa Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Pengawasan legislatif adalah pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap Pemerintah Daerah sesuai tugas, wewenang dan haknya.
B. Pengelolaan
Dalam pasal 3 ayat 1 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
C. Keuangan
Dalam pasal 1 ayat 1 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang dimaksud dengan Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
D. Personil
Dalam UU No. 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian pasal 1 disebutkan macam-macam jabatan dan jenis dari pegawai.
1. Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku.
3. Pejabat yang berwajib adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-undang.
5. Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan.
6. Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan,
7. Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah.
E. Pengawasan Keuangan dan Personil
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai pengawas internal pemerintah telah mereposisi dan meredefinisi perannya agar dapat mendorong terwujudnya Sistem Pengawasan Nasional yang efektif. Reposisi dan redefinisi peran BPKP ini diharapkan mampu meningkatkan efektivitas Sistem Pengawasan Nasional dalam memberantas KKN, meningkatkan penerimaan negara dan mendorong terwujudnya Good Governance baik dalam sektor pemerintahan maupun korporat.
Presiden selaku kepala pemerintahan memerlukan hasil pengawasan BPKP sebagai bahan pertimbangan untuk menetapkan kebijakan-kebijakan dalam menjalankan pemerintahan dan memenuhi kewajiban akuntabilitasnya. Hasil pengawasan BPKP pun diperlukan oleh para penyelenggara pemerintahan lainnya termasuk pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam pencapaian dan peningkatan kinerja instansi yang dipimpinnya.
Hasil pengawasan BPKP berguna juga bagi lembaga legislatif sebagai bahan dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan tugas eksekutif dan sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan berbagai peraturan perundangundangan. Untuk keperluan tersebut, BPKP diharapkan mampu menyediakan masukan-masukan yang dibutuhkan oleh lembaga legislatif.
Selain itu, BPK selaku auditor eksternal pemerintah juga memerlukan hasil pengawasan BPKP dalam rangka memberikan penilaian atas kinerja eksekutif. Untuk keperluan tersebut, hasil pengawasan BPKP diharapkan dapat menyajikan berbagai informasi yang andal dan relevan yang memungkinkan tugas BPK menjadi lebih efisien dan efektif.
Aparat penegak hukum, terutama jajaran Kejaksaan Agung, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat memanfaatkan hasil pengawasan BPKP sebagai bahan dalam rangka penegakan supremasi hukum menuju penyelenggaraan pemerintahan yang bersih.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) adalah Lembaga Non-Departemen yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, serta dalam pelaksanaan tugas operasionalnya dikoordinasikan oleh Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara.
Dalam Kepres No. 95 Tahun 1999 Tentang Badan Kepegawaian Negara (BKN) pasal 3 mengenai tugas pokok dari Badan Kepegawaian Nasional (BKN) pada huruf f dijelaskan bahwa tugas BKN adalah pengawasan dan pengendalian pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sumber daya manusia Aparatur Negara;
Selain lembaga pemerintah terdapat juga LSM atau organisasi yang melakukan pengawasan keuangan demi terciptanya birokrasi dan pemerintahan yang baik, yaitu Indonesian Corruption Watch (ICW) visi dan misi ICW adalah sebagai berikut :
1. Menguatnya posisi tawar rakyat untuk mengontrol negara dan turut serta dalam keputusan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang demokratis, bebas dari korupsi, berkeadilan ekonomi, sosial, serta jender.
2. Memperjuangkan terwujudnya sistem politik, hukum, ekonomi dan birokrasi yang bersih dari korupsi dan berlandaskan keadilan sosial dan jender.
3. Memperkuat partisipasi rakyat dalam proses pengambilan dan pengawasan kebijakan publik.
F. Pengelolaan Keuangan dan Personil
Tentang kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara dapat dilihat dalam UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
Pasal 6
1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :
a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 7
1) Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.
2) Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap tahun disusun APBN dan APBD.
Pasal 8
Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut :
a) menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;
c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pasal 9
Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut :
a. menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
d. melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
e. mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
f. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
h. melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pasal 10
(1) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c
a. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD;
b. dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.
(2) Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :
a. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;
b. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
c. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
d. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
e. menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(3) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:
a. menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
c. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
e. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
f. mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Untuk pengelolaan atau pembinaan Personil (Pejabat/PNS) terdapat deputi khusus dalam koridor BKN yaitu Deputi Bidang Pembinaan Kepegawaian. Tugas dan fungsi dari deputi tersebut dapat dilihat dalam pasal 13 Kepres No. 95 Tahun 1999 Tentang Badan Kepegawaian Negara (BKN) yaitu sebagai berikut :
a. penyiapan pengembangan sistem pembinaan sumber daya manusia Aparatur Pemerintah;
b. penganalisaan keterampilan/keahlian dan penelusuran bakat;
c. pengolahan dan penyiapan penyusunan jabatan struktural dan fungsional;
d. penyiapan rancangan peraturan perundang-undangan dan petunjuk teknis di bidang kepegawaian;
e. pemberian pertimbangan dan penetapan masalah kepegawaian, kedudukan hukum, serta kewajiban dan hak pegawai;
f. pembinaan sistem penilaian kinerja pegawai;
g. penyusunan sistem rekruitmen sumber daya manusia Aparatur Pemerintah;
h. pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala sesuai dengan bidang tugasnya.
Comments