Tata urutan
peraturan perundangan lembaga pemerintahan di Indonesia berdasarkan kaidah negara
hukum (Rechstaat). [1] Unsur utama kaidah tersebut adalah setiap
peraturan perundangan wajib berdasarkan dan bersumber pada peraturan
perundangan yang lebih tinggi.[2] Tata urutan peraturan perundangan diatur
dengan TAP Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Republik Indonesia
No.XX/MPRS/1966.[3] Bentuk peraturan perundangan ditetapkan
sebagai berikut: UUD 1945, TAP MPR, Undang Undang atau Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan
pelaksana lainnya seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain
lainnya.[4]
UUD 1945 adalah
bentuk peraturan perundangan yang tertinggi.
Oleh sebabnya, UUD 1945 menjadi dasar dan sumber bagi semua peraturan
perundangan bawahan dalam negara.[5] UUD 1945 dirancang waktu Indonesi diduduki
Pemerintah Militer Jepang dan dikeluarkan sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus tahun 1945.[6] UUD 1945 diganti Konstitusi Republik
Indonesia Serikat[7] (RIS)
tanggal 31 Januari tahun 1950 yang kemudian diganti Undang Undang Dasar
Sementara[8]
(UUDS) Republik Indonesia pada tanggal 15 Agustus tahun 1950. UUD 1945 berlaku lagi dengan Dekrit Presiden
Republik Indonesia
tanggal 5 Juli 1959. Dekrit Presiden itu
bertentangan dengan prosedur perubahan dalam UUDS 1950,[9]
meskipun dikatakan Dekrit Presiden tersebut berlandaskan hukum darurat negara (Staatsnoodsrecht).[10]
Dalam tata
urutan peraturan perundangan di bawah UUD 1945, TAP MPR melaksanakan ketentuan
UUD 1945 bersangkutan terutama ketentuan terhadap GBHN. Undang Undang
melaksanakan ketentuan UUD 1945 atau TAP MPR tentang GBHN di bidang
legislatif. Peraturan Pemerintah
melaksanakan Undang Undang. Keputusan
Presiden melaksanakan Ketentuan UUD 1945
bersangkutan, TAP MPR tentang GBHN di bidang eksekutif dan / atau Peraturan
Pemerintah tersebut. Akhirnya, peraturan
peraturan pelaksanaan lainnya seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan
lain lainnya bersumber pada peraturan perundangan yang lebih tinggi.[11]
[1] -
Bab Pendahuluan butir 7 Lampiran TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 Tentang Memorandum
DPRGR Mengenai Sumber Tertib Hukum Republik Indonesia Dan Tata Urutan Peraturan
Perundangan Republik Indonesia.
[2] - ibid Bab II, Bagian A, Ayat 2.
[3] -
lihat juga TAP MPR No.V/MPR/1973 beserta TAP MPR No. IX/MPR/1978.
[4] - ibid Bab II, Bagain A, Ayat 1.
[5] -
Bab II, Bagian A, butir 2 dan 3 yo. Bagian B butir 1 TAP MPRS No.XX/MPRS/1966.
[6] -
H. Abdullah Zaini, SH, Pengantar Hukum
Tata Negara (1991), hal.111-118.
[7] -
KepPres RIS No.48/1950.
[8] -
UU No.7/1950.
[9] -
Pasal 140 yo. Pasal 141 UUDS 1950. Lihat
juga Zaini op. cit. catatan kaki no. 48, hal. 161 s/d 166 dan Soehino SH, Hukum Tata Negara: Sejarah Ketatanegaraan
Indonesia (1992), hal. 86 s/d 104.
[10] -
Ni'matul Huda op.cit. catatan kaki no. n.22, hal.58. Lihat juga Prof. Mr. Herman Sihombing, Hukum Tata Negara Darurat di Indonesia (1996),
passim.
[11] -
Bab II, Bagian B, butir 2 s/d butir 6 TAP MPRS No.XX/MPRS/1966. Untuk teknis penyusunan peraturan
perundang-undangan lihat KepPres No.l88/1998 Tentang Tata Cara Mepersiapkan
Rancangan Undang Undang beserta KepPres No.44/1999 Tentang Teknik Penyusunan
Peraturan Perundang-undangan Dan Bentuk Rancangan Undang Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah Dan Rancangan Keputusan Presiden. Lihat juga Soehino SH, Hukum Tata Negara: Teknik Perundang-undangan (1996), passim.
Comments