Setelah mengetahui
arti kata pengantar, hukum dan definisi hukum oleh para ahli hukum, selanjutnya
adalah kata Indonesia. Kata Indonesia yang dimaksud disini ada menunjukkan
tempat yaitu, Negara Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
Indonesia diartikan nama negara kepulauan di Asia Tenggara
yang terletak di antara benua Asia dan benua Australia dan bangsa, budaya,
bahasa yang ada di negara Indonesia. Kata Indonesia, membatasi wilayah kajian
hukum yang hanya ada di Indonesia.
Dengan demikian
definisi Pengantar Hukum Indonesia adalah memperkenalkan secara umum atau garis
besar hukum yang ada (baik yang berlaku maupun tidak berlaku atau sudah
tidak berlaku)[1]
di Negara Indonesia kepada siapa saja yang ingin mempelajari Hukum Indonesia. Apakah
dalam materi perkuliahan Pengantar Hukum Indonesia (PHI), hanya mengenalkan
hukum yang berlaku saja? Mengingat para pakar hukum sering mendiskusikan hal
ini.
Soedirman
Kartohadiprojo, mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan “Tata Hukum di Indonesia” itu ialah “Hukum yang sekarang
berlaku di Indonesia”, berlaku berarti yang memberi akibat hukum kepada
peristiwa-peristiwa dalam pergaulan hidup saat ini; dan tidak pada pergaulan
hidup yang telah lampau maupun pergaulan hidup masa depan yang dicita-citakan.
Hukum positif “ius constitutum” sebagai lawan dari “ius
constituendum”, yakni kaidah hukum yang dicita-citakan.[2]
Menurut J.H.P.
Bellefroid, “Hukum Positif” ialah suatu penyusunan hukum mengenai hidup
kemasyarakatan, yang ditetapkan oleh kuasa masyarakat tertentu, berlaku untuk
masyarakat tertentu yang terbatas menurut tempat dan waktunya.[3] Ius constitutum adalah hukum positif suatu negara, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu
negara pada suatu saat tertentu.[4]
Hukum positif atau
“stellingsrecht” merupakan suatu kaidah yang berlaku sebenarnya, merumuskan suatu
hubungan yang pantas antara fakta hukum dengan akibat hukum yang merupakan
abstraksi dari keputusankeputusan.[5] Hukum Positif adalah hukum yang berlaku sungguh-sungguh; Hukum positif kemanusiaan
yang berubah-ubah itu merupakan suatu tertib yang tegas untuk kebaikan umum;
Hukum positif atau hukum “isbat” ialah hukum yang berlaku di dalam negara.[6]
J.J.H. Bruggink di
dalam bukunya “Rechtsreflecties, Grondbegrippen uit de rechtstheorie” (Refleksi Hukum,
Pengertian Dasar Teori Hukum) yang telah dialih bahasakan oleh Bernard Arief
Sidharta dengan judul “Refleksi tentang Hukum” bahwa yang
dimaksud “positivitas” kaidah hukum adalah hal ditetapkannya kaidah hukum dalam sebuah aturan
hukum oleh pengemban kekuasaan hukum yang berwenang (bevoegde rechtsautoriteit). Dengan ini maka aturan hukum itu disebut hukum positif. Hukum positif
adalah terjemahan dari “ius positum” dari bahasa Latin, yang secara harfiah berarti
“hukum yang ditetapkan” (gesteld recht). Jadi, hukum positif adalah hukum yang ditetapkan
oleh manusia, karena itu dalam ungkapan kuno disebut “stellig recht”.[7]
Hukum positif (ius positum) identik atau sama dengan Ius constitutum, artinya hukum yang telah dipilih atau ditentukan atau ditetapkan
berlakunya untuk mengatur kehidupan di tempat tertentu pada waktu sekarang.
Jika hukum itu masih di cita-citakan (ide) dan akan berlaku untuk waktu yang
akan datang, disebut “ius constituendum” kebalikan dari “ius constitutum” atau “ius positum”.
Ius constitutum
atau ius positum, selain berbeda dengan ius constituendum juga berbeda dengan
konsep hukum menurut “hukum alam” atau “hukum kodrat” (ius naturale atau natural law) yang bersifat universal karena berlakunya tidak terbatas oleh waktu
dan tempat. “Ius positum” atau “ius constitutum” atau disebut juga “ius operatum” artinya hukum yang telah ditetapkan atau dipositifkan (positum) atau
dipilih atau ditentukan (constitutum) berlakunya sekarang (operatum)
dalam masyarakat atau wilayah tertentu. Ius operatum mengandung arti
bahwa hukum atau peraturan perundangundangan telah berlaku dan dilaksanakan di
masyarakat.
Ius costituendum dapat menjadi ius constitutum atau ius positum atau ius operatum apabila sudah ditetapkan berlaku oleh penguasa yang
berwenang, dan pemberlakuannya memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh
hukum positif lainnya yang mengatur pemberlakuan suatu hukum (undang-undang) ;
misalnya perundang-undangan harus telah disahkan oleh lembaga pembuat
undang-undang dan diundangkan oleh lembaga yang berwenang.
Kusumadi
Pudjosewojo mengatakan bahwa “Tiap-tiap bangsa mempunyai tata hukumnya sendiri.
Bangsa Indonesiapun mempunyai tata hukumnya sendiri, tata hukum Indonesia.
Siapa yang mempelajari tata hukum Indonesia, maksudnya terutama ialah ingin
mengetahui, perbuatan atau tindakan manakah yang menurut hukum, dan yang
manakah yang melawan hukum, bagaimanakah kedudukan seseorang dalam masyarakat,
apakah kewajibankewajiban dan wewenangwewenangnya, semua itu menurut hukum
Indonesia. Dengan pendek kata ia ingin mengetahui hukum yang berlaku sekarang
ini di dalam negara kesatuan Republik Indonesia”.[8]
Achmad Sanusi
menyatakan bahwa, istilah “Pengantar Tata Hukum Indonesia” merupakan pengantar
ilmu hukum sebagai suatu sistem hukum positif di Indonesia. Selanjutnya dikemukakan
bahwa, PTHI mempelajari konsep dan teori hukum yang berlaku di sini sesuai dengan
bahan-bahan real dan ideal bangsa Indonesia. [9]
Dari beberapa pengertian di atas, paling
tidak dapat dipahami bahwa Pengantar Hukum Indonesia (PHI) artinya mengantarkan
atau memberikan pedoman kepada mahasiswa untuk mempelajari hukum yang
berlaku di Indonesia dewasa ini. Berlaku artinya memberi akibat hukum bagi
yang melanggarnya, akibat hukum adalah berupa sanksi. Seperti dijelaskan sebelumnya permasalahan
definisi terletak pada permasalahan frasa hukum yang berlaku atau hukum positif
atau ius constitutum. Apakah PIH tidak mempelajari hukum yang
sudah tidak berlaku dan hukum yang dicita-citakan atau ius constituendum? Padahal
apabila melihat buku-buku PIH banyak yang menjelaskan teori-teori atau
asas-asas –apakah tidak masuk pada klasifikasi ius constituendum?- dan
sejarah hukum yang sudah tidak berlaku atau perkembangan hukum. lalu, bagaimana
pengertian PHI yang lebih baik?
Pengantar Hukum Indonesia (PHI) merupakan
terjemahan dari mata kuliah inleiding tot de recht
sweetenschap yang
diberikan di Recht School (RHS)
atau sekolah tinggi hokum Batavia di jaman Hindia Belanda yang didirikan 1924
di Batavia (Jakarta sek.) istilah itupun sama dengan yang terdapat dalam
undang-undang perguruan tinggi Negeri Belanda Hoger Onderwijswet 1920. Di zaman
kemerdekaan pertama kali menggunakan istilah “pengantar ilmu hokum .” adalah
perguruan tinggi Gajah Mada yang didirikan di yogyakarta 13 maret 1946.
[1] Sering para pakar
hukum mendefinisikannya dengan disandarkan hanya pada hukum yang berlaku saja.
Padahal ruang lingkup hukum bukan hanya apada wilayah hukum yang berlaku saja,
sering disebut dengan hukum positif (ius constitutum). Selain itu, ketika
berbicara tentang teknik pembuatan perundangan-undangan, tentu juga akan
membicara sejarah perkembangannya. Sehingga definisi di tas juga mungkin dapat
ditambahkan dengan kata hukum yang akan diberlakukan juga dapat dibicarakan
dalam materi perkuliahan pengantar hukum Indonesia (PHI) ini.
[2] Soediman Kartohadiprojo, Pengantar Tata
Hukum di Indonesia, Jakarta : Pembangunan, 1965, h. 39.
[7] Bruggink, J. J. H. 1996. Refleksi Tentang Hukum. Terjemahan Arief Sidharta. Citra Aditya Bakti.
Bandung. h.142.
[9] Achmad Sanusi. 1984. Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia. Tarsito. Bandung.
hlm. 4.
Comments